Logo Bloomberg Technoz

"Saat ini, Indonesia tidak memiliki target penghentian batu bara atau netralitas karbon hingga 2060 dan hanya 2 GW atau 3,9% dari total kapasitas terpakai [yang sudah] memiliki tanggal penutupan sebelum 2040," sebagaimana dikutip melalui laporan  Global Energy Monitor bertajuk Boom and Bust Coal 2024.

Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporan tersebut padahal mencatat Indonesia harus menghentikan 9,2 GW kapasitas batu bara pada 2030 untuk tetap berada dalam alur yang tepat demi memenuhi target Perjanjian Paris.

Namun, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Nasional (RUPTL) 2021—2030, kapasitas PLTU berbasis batu bara Indonesia akan terus meningkat sebesar 13,8 GW hingga akhir dekade.

Pada saat yang sama, permintaan listrik meningkat lebih lambat dari yang diharapkan, dan kapasitas berlebih sudah ada di jaringan Jawa—Bali dan Sumatra. Kapasitas berlebih terus bertambah dengan penambahan proyek Pembangkit Listrik Jawa Tengah dan Pembangkit Listrik Tanjung Jati B.

Sementara itu, Presiden Terpilih Periode 2024—2029 Prabowo Subianto belum menyebutkan isu-isu utama dalam transisi energi Indonesia untuk periode pemerintahan lima tahun ke depan.

Dalam kaitan itu, Prabowo memang memiliki visi di sektor energi, termasuk komitmen untuk meningkatkan energi hijau dari sumber tenaga angin atau bayu, surya, dan panas bumi.

Selain itu, Prabowo juga berjanji untuk mempermudah regulasi tentang investasi energi baru dan terbarukan, serta meningkatkan campuran energi baru dan terbarukan (EBT) dalam jaringan utilitas nasional. 

Namun, presiden terpilih tersebut belum membahas isu krusial seperti penghentian usulan dan penutupan dini PLTU batu bara yang masih beroperasi.

"Ketidakpastian terus berlanjut terkait komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris selama lima tahun ke depan," papar laporan tersebut.

(dov/wdh)

No more pages