Bahkan, kedua bursa itu juga memungkinkan untuk memperdagangkan token kripto secara peer-to-peer tanpa menggunakan bank biasa. Namun, karena sangat sedikit produk atau layanan yang bisa dibeli menggunakan mata uang digital, investor biasanya perlu melakukan off ramp sebelum hasilnya dapat dibelanjakan.
2. Peran bank
Bursa kripto hanya bisa berfungsi sebagai pintu gerbang antara uang konvensional dan digital jika ada kemitraan bersama bank semacam Silvergate Capital Corp dan Signature Bank.
Bursa kripto mengandalkan layanan seperti Silvergate Exchange Network dan Signet's Signet agar nasabah kripto dapat melakukan pembayaran real time dalam dolar kapan saja, tujuh hari seminggu, 24 jam sehari.
3. Kenapa bank-bank itu kolaps?
Silvergate, Signature Bank dan bank lain yang fokus pada pembiayaan di sektor teknologi terkena sial akibat berakhirnya tren suku bunga rendah. Pada saat yang sama, volatilitas mata uang kripto semakin memperparah kesialan tersebut.
Silvergate menginvestasikan sebagian besar simpanan terkait kripto ke dalam surat berharga berbasis hipotek dan obligasi. Kedua instrumen ini dijual oleh pemerintah negara bagian dan lokal.
Sialnya, nilai surat berharga tersebut nilainya turun terus, imbas kenaikan suku bunga acuan. Kemudian, ketika pasar kripto jatuh tahun lalu, termasuk kolapsnya FTX, investor kripto berbondong-bondong menarik uang.
Mau tidak mau, Silvergate harus menjual surat berharga yang nilainya sudah merosot tadi untuk meghadapi 'rush'. Silvergate merugi US$ 1 miliar pada masa ini, yang akhirnya mempercepat kehancurannya.
Sementara, Signature sejatinya sudah menarik diri dari aset digital setelah kehancuran FTX. Tetapi, Signature masih menyimpan deposit US$ 16,5 miliar milik investor kripto per 8 Maret. Penarikan besar-besaran pun kembali terjadi lantaran investor kripto ketakutan dengan apa yang terjadi di Silicon Valley Bank (SVB).
Kegagalan SVB sendiri akibat besarnya paparan sektor teknologi yang valuasinya juga merosot, ditambah dengan pilihan investasi obligasi yang agak sembrono.
4. Apa dampak langsungnya?
Runtuhnya Silvergate dan Signature membuat perusahaan kripto sulit menemukan bank baru sebagai penyedia jasa simpanan dan layanan pembayaran.
Beberapa bank mempersulit prosedur perpanjangan perjanjian bersama perusahaan kripto, bahkan menolak secara total platform ritel terkait kripto.
Itu salah satu alasan mengapa semakin sulit memperdagangkan Bitcoin di awal April. Kondisi ini juga yang menjadi penyebab begitu mudahnya mata uang kripto terbesar itu runtuh ke level terendah dalam 10 bulan. Penurunan likuiditas yang terjadi juga memperparah volatilitas Bitcoin, sehingga kondisi nya yang mulai membaik sejak "crypto winter" tahun 2022 menjadi terancam keberlangsungannya.
5. Apa artinya bagi peraturan perbankan?
Otoritas perbankan sudah sejak lama meragukan kripto. Volatilitasnya yang tinggi menjadikan kripto sebagai sumber kerugian nasabah yang sangat potensial, dan lebih luas lagi, bisa menimbulkan ketidakstabilan industri keuangan.
Selanjutnya, kritikus mengatakan situasi seperti itu dapat dimanfaatkan pihak-pihak jahat untuk memindahkan keuntungan haram mereka tanpa melalui pengawasan bank.
Saat ini regulator tengah berupaya memperbaiki apa yang lemah dan menjadi sumber masalah di sistem perbankan di AS, yang membuat Silvergate, Signature dan SVB kolaps. Salah satunya adalah besarnya paparan bank-bank kecil itu terhadap aset kripto yang tidak stabil. Ini bisa jadi titik balik kebijakan pemerintah yang sebelumnya lebih longgar demi mendukung bank-bank kecil berinovasi di bidang mata uang digital.
6. Apa yang dilakukan pemerintah AS dengan kondisi sekarang?
Target pertama adalah Silvergate. Jaksa di pengadilan AS tengah menyelidiki transaksi antara Silvergate dan FTX serta firma tradingnya, Alameda Research. Jaksa bahkan melakukan investigasi dugaan tindak penipuan atas akun pendiri FTX, Sam Bankman-Fried, di Silvergate.
7. Bisakah kegagalan SVB Cs menenggelamkan kripto?
Seandainya pun otoritas perbankan tidak melarang bank-bank di AS menangani token digital, kripto kemungkinan tetap akan sulit memindahkan dana masuk dan keluar bank-bank di AS, sehingga memperlambat proses penyelesaian transaksi mereka.
Skenario serupa pernah terjadi di India pada 2022. Kala itu, volume perdagangan turun setelah beberapa bursa kripto harus menangguhkan simpanan rupee akibat mitra bank mereka menarik dukungan memberikan layanan transaksi.
Regulator AS yang tampaknya bertekad untuk memangkas eksposur bank terhadap kripto, akibatnya banyak perusahaan kripto mulai mencari mitra perbankan alternatif di tempat-tempat seperti Swiss dan Uni Emirat Arab.
Investasi dalam kripto di AS juga dapat menderita. Sebelumnya, banyak bank negara bagian bereksperimen dengan kripto dan teknologi blockchain terkait, yang memberi harapan aset baru itu pada akhirnya bisa menjadi main stream. Kemungkinan itu menjadi semakin kecil sekarang.
(bbn)