Hari ini, Badan Pusat Statistik juga akan mengumumkan data neraca perdagangan bulan Mei. Konsensus analis yang dilansir Bloomberg memperkirakan, neraca dagang RI masih akan mencetak surplus akan tetapi nilainya diprediksi semakin kecil dibanding bulan sebelumnya.
Sinyal di pasar offshore sejauh ini menunjukkan angin segar pada rupiah. Kontrak nondeliverable forward (NDF) rupiah 1 minggu semalam ditutup menguat 0,33% dan pagi ini bergerak di Rp16.383/US$ pada pukul 7:26 WIB. Sedang NDF rupiah 1 bulan juga menguat 0,36% semalam dan pagi ini melandai ke Rp16.394/US$.
Penguatan rupiah offshore sejalan dengan indeks dolar AS yang masih stabil di kisaran 105,26, setelah dua hari ditutup melemah. Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, mata uang Asia terlihat bergerak terbatas di mana won Korea dibuka menguat 0,01% saat indeks Kospi menguat. Sedang mata uang lain seperti baht Thailand stagnan. Sementara yen Jepang masih lemah saat bursa saham dibuka kuat.
Berbagai sinyal itu memberikan peluang bagi rupiah spot untuk berbalik arah meninggalkan zona Rp16.400-an dan bergerak lebih kuat pada pembukaan pasar hari ini.
Pekan lalu, rupiah spot ditutup di Rp16.412/US$, terlemah sejak awal April 2020 akibat tekanan jual di pasar seiring kekhawatiran pelaku pasar akan prospek kebijakan fiskal RI di bawah pemerintahan baru yang akan diresmikan Oktober nanti.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi bangkit hari ini setelah tekanan di pasar mulai sedikit mereda pada penutupan perdagangan di pasar global tadi malam.
Rupiah berpeluang menguat ke resistance terdekat pada level Rp16.370/US$, lalu resistance potensial selanjutnya menuju Rp16.350/US$. Terdapat juga Rp16.300/US$ sebagai level paling optimis penguatan rupiah dengan time frame daily.
Sementara itu, bila tekanan masih besar, rupiah memiliki level support psikologis di Rp16.410/US$. Apabila level ini berhasil tembus, maka mengkonfirmasi laju support selanjutnya ke Rp16.440/US$, dan Rp16.450/US$ yang makin menjauhi MA-50, dan MA-100.
Penjelasan tim ekonomi Prabowo
Rupiah spot terbanting ke level terlemah pekan lalu akibat pecah kabar rencana pemerintahan di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto menaikkan rasio utang hingga 50% selama masa jabatannya.
Namun, kabar itu telah dibantah oleh tim ekonomi di belakang Prabowo. Kepada Bloomberg Technoz, Anggota Tim Transisi Ekonomi Prabowo, Thomas Djiwandono membantah pemerintahan mendatang berencana meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 50%.
Menurut dia, isu peningaktan ratio utang ke titik level tertinggi dalam dua dekade hanya opini dan bukan posisi formal. Thomas bilang, Prabowo dan tim transisi tidak pernah bicara tentang target utang terhadap PDB untuk pemerintahan 2024-2029.
"Kita sama sekali tidak berbicara tentang target utang terhadap PDB, ini bukan rencana kebijakan formal," ujar Thomas kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (15/6/2024).
Dalam kaitan itu, Thomas mengatakan, Prabowo sebagai presiden, akan mengatakan tetap memegang prinsip kehati-hatian fiskal. "Apa pun tentang tingkat utang, atau melampaui defisit hanyalah kebisingan [noise]," ujar dia.
Senada, Ketua Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo–Gibran, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ketua umum Partai Gerindra lebih berfokus pada bagaimana menyesuaikan program-programnya pada APBN 2025, terutama pangan dan gizi. Hal ini akan dipacu sejalan dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini sambil memastikan kehati-hatian fiskal.
"Terkait berita atau wacana yang dilontarkan dari luas seolah ada rencana Pak Prabowo akan menaikkan rasio utang pemerintah kita anggap dinamika serta opini dan bukan posisi formal kami," ujar Dasco.
(rui)