Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memproyeksi surplus neraca perdagangan Mei 2024 akan menyusut menjadi US$2,13 miliar, dari capaian bulan April yang sebesar US$3,56 miliar.

Josua menjelaskan penurunan surplus tersebut utamanya disebabkan oleh peningkatan impor akibat kembalinya aktivitas perdagangan setelah hari raya Idulftiri, serta aktivitas ekonomi domestik yang relatif terjaga.

“Kami memperkirakan tren surplus perdagangan akan berlanjut di bulan Mei-24, dengan perkiraan surplus sebesar US$2,13 miliar, turun dari surplus bulan April sebesar US$3,56 miliar,” kata Josua kepada Bloomberg Technoz, Selasa (18/6/2024).

Dengan begitu, ia memperkirakan pertumbuhan ekspor secara tahunan pada bulan Mei 2024 sebesar 1,55% (year-on-year/yoy). Sementara secara bulanan, Josua memperkirakan ekspor meningkat menjadi 12,38% (month-on-months/mom).

Ia menyebut, hal tersebut didorong oleh kembali normalnya kegiatan ekonomi setelah libur Idulftiri 1445 H, serta meningkatnya harga Crude Palm Oil (CPO) secara bulanan pada Mei 2024.

“[Kenaikan harga CPO] didorong oleh kenaikan harga barang substitusi seperti minyak kedelai, di tengah penurunan pasokan minyak nabati secara global,” jelas Josua.

Namun, ia juga mewanti-wanti bahwa peningkatan kinerja ekspor bulanan juga dibatasi oleh data China yang mengindikasikan kontraksi impor negara tersebut dari Indonesia.

Sedangkan pada kinerja impor, Josua memprediksi akan terjadi penurunan capaian impor secara tahunan yakni terkontraksi 6,40% (yoy) akibat efek tingginya capaian impor pada tahun sebelumnya.

“Kami memperkirakan laju impor sebesar -6,40% yoy pada bulan Mei 2024, sebagian besar disebabkan oleh tingginya base effect dari bulan Mei 2023 ketika impor melonjak,” kata Josua.

Secara bulanan, lanjut Josua, impor diprediksi mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Josua berekspektasi impor akan tumbuh sebesar 24,06% (mom).

Ia menjelaskan, kenaikan tersebut utamanya disebabkan berakhirnya efek musiman Idulfitri dan pertumbuhan dua digit yang dilaporkan pada ekspor China ke Indonesia.

Dengan capain tersebut, Josua memproyeksikan defisit transaksi berjalan pada 2024 akan berada di rentang -0,94% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu, tercatat lebih melebar jika dibandingkan capaian tahun sebelumnya yang sebesar -0,14% dari PDB.

“Masih lebih rendah dibandingkan dengan periode 2012 - 2019, dengan rata-rata -2,50% dari PDB,” ujarnya.

Besaran tersebut, lanjut Josua, dipengaruhi beberapa faktor seperti normalisasi harga komoditas, permintaan domestik yang masih terjaga, dan potensi dampak peningkatan ketidakpastian global terhadap permintaan global.

“Faktor-faktor ini diperkirakan akan mempersempit surplus perdagangan dan dengan demikian mempengaruhi surplus barang dalam neraca transaksi berjalan,” pungkasnya.

(azr/lav)

No more pages