Logo Bloomberg Technoz

Dengan kata lain, risiko pelemahan yang menjegal rupiah sejak pekan lalu, sepertinya masih akan membayangi pergerakan pasar esok hari. Para pelaku pasar akan cenderung berhati-hati mengantisipasi kenaikan BI rate lagi terutama bila rupiah makin melemah.

Masih ada potensi rupiah tertekan kian jauh ke kisaran Rp16.600-Rp16.750/US$ bila tidak ada daya ungkit yang cukup ampuh di pasar, di mana hal itu dapat menaikkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan BI rate, menurut analisis Maybank seperti dilansir oleh Bloomberg, hari ini.

RDG Bank Indonesia bulan ini akan mendapatkan lebih banyak sorotan menyusul kejatuhan rupiah ke level terlemah dalam empat tahun terakhir di Rp16.412/US$ pada Jumat pekan lalu. Imbal hasil surat utang RI (SBN) melesat menembus 7,200%, naik lebih dari 20 bps pada Jumat. Ditambah kejatuhan harga saham sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok ke level terlemah dalam delapan bulan di kisaran 6.700-an.

Gerdung Bank Indonesia di kawasan Thamrin, Jakarta (Rosa Panggabean/Bloomberg)

Bila menilik keputusan April serta Oktober yang juga didahului oleh kejatuhan nilai rupiah menjebol level psikologis, BI kali ini sepertinya masih bergeming dengan tetap menahan BI rate.

Salah satu alasannya, nilai cadangan devisa RI saat ini mungkin dianggap oleh BI masih cukup 'aman' menahan guncangan rupiah. Posisi cadev Mei telah bertambah US$2,8 miliar pada Mei lalu menjadi sebesar US$139 miliar.

Hal itu berbeda dengan kejadian April ketika BI mengejutkan pasar dengan menaikkan BI rate ke 6,25%. Kala itu, rupiah terperosok menjebol level Rp16.000/US$, sedang nilai cadangan devisa telah terkuras lebih dari US$10 miliar hanya dalam empat bulan saja.

Begitu juga pada Oktober 2023 saat BI rate tak terduga dinaikkan menjadi 6%, setelah berbulan-bulan ditahan. Ketika itu, sentimen higher for longer bunga global masih sangat kuat di mana yield Treasury sempat melambung tinggi ke 5%. Cadangan devisa RI juga sudah banyak terkuras hingga US$12 miliar hanya dalam lima bulan.

Selain kecukupan cadev, sinyal yang dilontarkan bank sentral juga masih positif. Pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo terakhir melontarkan kepercayaan diri bahkan ketika rupiah telah menjebol level psikologis pada Jumat lalu. "Rupiah kita sangat stabil, salah satu yang terbaik di dunia," kata Perry saat ditanya jurnalis terkait kejatuhan rupiah melampaui Rp16.300/US$.

Perry bilang, kinerja rupiah tersebut masih lebih baik dibandingkan mata uang Asia lain seperti won Korea, peso Filipina, baht Thailand dan yen Jepang. Meski pada faktanya, sampai Jumat lalu, rupiah hanya lebih unggul bila dibanding won yang melemah 6,40% year-to-date dan baht Thailand 6,81%. Sedangkan rupiah sendiri sudah melemah 6,2%, salah satu yang terburuk di Asia.

BI juga sepertinya masih memiliki alasan menahan bunga acuan apabila menilik inflasi domestik. Pada Mei lalu,  Indonesia mencatat deflasi -0,03% dibanding April sehingga secara tahunan inflasi Indeks Harga Konsumen berada di 2,84%. 

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, inflasi inti yang menjadi salah satu indikator permintaan dalam ekonomi, juga masih mencatat kenaikan, sebesar 1,93% pada Mei dari 1,82% pada April. Begitu juga pertumbuhan kredit perbankan masih melesat sejauh ini, tumbuh 13,09% pada April, tertinggi dalam lima tahun terakhir. 

Proxy BI Rate

Apabila menilik pernyataan terakhir dalam RDG bulan Mei ketika ditanya prospek kebijakan bunga acuan sejurus dengan asesmen terakhir terhadap bunga global, Perry kala itu menegaskan, kenaikan ke 6,25% pada April sudah memadai untuk memitigasi manakala Fed fund rate (FFR), bunga acuan AS, ditahan tinggi lebih lama.

""Saat ini [melihat data-data], indikasinya lebih baik. Artinya, sekarang pun terkonfrmasi bahwa FFR akan lebih besar ke skenario baseline yaitu turun satu kali tahun ini. Hal itu mengonfirmasi kenaikan BI rate sekali sebesar 25 bps pada bulan lalu [April], kami rasa sudah cukup untuk terus menarik aliran modal asing dan cukup untuk membuat rupiah stabil, menguat, dan memastikan inflasi tetap dalam sasaran," jelas Perry pada 22 Mei lalu.

Dot plot FOMC The Fed yang terakhir dilansir bulan ini, sesuai dengan prediksi BI, yaitu FFR kemungkinan akan turun satu kali saja tahun ini meski pasar masih bertaruh bahwa The Fed perlu menurunkan bunga hingga dua kali tahun ini bila melihat kondisi pengangguran di AS yang kian tinggi.

Dot plot The Fed dalam FOMC Juni 2024 (Dok: Bloomberg)

Di sisi lain, mencermati pergerakan bunga Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang menjadi proxy BI rate, terlihat tingkatannya juga tidak banyak berubah. Pada lelang terakhir Jumat lalu, permintaan pasar untuk rate SRBI-12 bulan memang masih tinggi, yaitu hingga 7,55%. Namun, level itu sudah lebih rendah dibanding lelang SRBI sebelumnya pada 12 Juni di mana investor sempat meminta sampai 7,65%. 

Namun, permintaan yang lebih kecil pada Jumat lalu sepertinya membuat BI akhirnya memenangkan permintaan di kisaran rate 7,34%, sedikit lebih tinggi dibanding lelang sebelumnya di 7,33%. Tingkat bunga SRBI itu sudah lebih rendah dibanding Mei atau April saat akhirnya BI rate dinaikkan. Tingkat bunga SRBI yang relatif stabil di kisaran lebih rendah mungkin memberi sinyal bahwa BI rate belum akan dikerek lagi. 

Investor asing saat ini terlihat lebih menyukai SRBI karena memberikan bunga lebih tinggi ketimbang SBN pemerintah. Selama 2024 hingga data setelmen 13 Juni lalu, investor asing sudah membukukan posisi beli bersih SRBI sebesar Rp108,9 triliun. Sedangkan di SBN, posisi asing masih net sell sebesar Rp35,09 triliun dan di saham juga net sell Rp10,4 triliun.

Bila pelemahan berlanjut...

Namun, stance BI mungkin bisa berubah bila rupiah terus 'dibanting' oleh pasar hingga mendekati level psikologis baru yang dapat membawa dampak berbahaya bagi perekonomian secara keseluruhan. Rupiah yang terus melemah bisa memicu inflasi barang impor (imported inflation) yang bisa memantik lonjakan inflasi IHK.

Selain itu, puncak permintaan valas di pasar sesuai pola historis biasanya baru akan mereda memasuki Agustus. Masih ada sisa bulan ini hingga Juli di mana permintaan dolar AS di pasar meningkat tajam menyusul kebutuhan korporasi membayar dividen pada pemodal asing, pembayaran utang luar negeri pemerintah juga kebutuhan rutin valas oleh BUMN migas seperti Pertamina maupun PLN.

"Rupiah ada dalam radar kami saat ini terutama dengan keputusan BI rate pekan ini. Secara teknikal, chart mingguan terlihat parabolic dan menunjukkan akan ada pelemahan lebih lanjut untuk rupiah yang seharusnya menjadi perhatian Bank Indonesia," kata Alex Loo, Macro Strategist di TD Securities, Singapura.

Analisis terbaru dari Maybank juga melihat, ketidakpastian prospek fiskal pemerintahan baru sepertinya masih akan menjadi pemberat rupiah kendati menurut mereka aksi jual yang menimpa rupiah dan surat utang RI seperti yang terjadi pekan lalu, sudah terlalu berlebihan. 

"Apabila hal ini terjadi [rencana menaikkan rasio defisit hingga 50%], maka itu menjadi kebijakan fiskal yang cukup ekspansif dan batas defisit anggaran sebesar 3% kemungkinan besar akan berisiko," komentar Winson Phoon, Head of Fixed Income Maybank di Singapura, dilansir dari Bloomberg.

Bila rasio utang RI dinaikkan hingga 50%, hitungan analis Maybank, defisit anggaran RI bisa semakin melonjak mencapai 4,5%-5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Dengan memperhitungkan peningkatan risiko fiskal ke depan, kami pikir masuk akal bila pasar menetapkan premi risiko yang lebih besar pada valuta asing dan obligasi, meskipun aksi jual pada Jumat lalu tampak agak berlebihan seiring dengan laju koreksi," jelas Phoon.

Maybank mempertahankan rekomendasi 'netral' untuk surat utang pemerintah RI karena pasar kemungkinan masih akan waspada terhadap risiko sampai ada kejelasan mengenai kehati-hatian fiskal ke depan. 

Keseimbangan risiko mungkin bergerak ke 'kenaikan' BI rate, bila rupiah semakin melemah ke Rp16.600-Rp16.750/US$ jelang pertemuan BI.

Head of Fixed Income Maybank Singapura Winson Phoon

Maybank memperkirakan BI masih akan mempertahankan lagi BI rate di 6,25%. "Namun, keseimbangan risiko mungkin bergerak ke 'kenaikan' bila rupiah semakin melemah ke Rp16.600-Rp16.750/US$ jelang pertemuan BI," imbuh Phoon.

Bank investasi asal Inggris, Barclays, juga masih mewaspadai potensi kenaikan BI rate bulan ini terutama bila rupiah semakin melemah ke kisaran Rp16.500-Rp16.600/US$. "Skenario dasar kami adalah BI rate ditahan lagi, namun bila rupiah semakin melemah ke kisaran itu, maka kenaikan BI rate mungkin terjadi," kata analisis Barclays yang dilansir oleh Bloomberg, Jumat pekan lalu.

Barclays masih berhati-hati terhadap rupiah dan surat utang RI dalam jangka pendek sembari menunggu kejelasan lebih terang kebijakan fiskal pemerintahan baru nanti. "Kenaikan rasio defisit hingga 50% akan dapat membawa defisit anggaran Indonesia naik ke 4%-6% dari PDB, di mana itu melanggar batas defisit yang diatur oleh hukum di Indonesia," kata Barclays.

Belum jelas apakah pemerintahan Prabowo nanti akan mendapat dukungan yang memadai dari parlemen untuk mengerek defisit APBN melampaui batas yang diperbolehkan oleh Undang-Undang. Namun, pemerintahan baru terlihat berjuang memenuhi berbagai kebutuhan pembiayaan belanja, termasuk untuk program populis ikonik, makan siang gratis anak sekolah.

Kepala Ekonom bank swasta terbesar di Tanah Air, PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, sebelumnya mengingatkan pada tim ekonomi di belakang Prabowo untuk memberikan kejelasan cetak biru kebijakan fiskal dan kerangka kerja program supaya kekhawatiran terkait prospek fiskal tidak menjadi bola liar dan memicu sentimen negatif di pasar domestik. 

“Kalau sentimennya negatif, belum kita mulai [program Prabowo] sudah ditanggapi dengan persepsi yang negatif, ujung-ujungnya jadi sulit. Stabilitas makro jadi terpengaruh,” kata David saat dihubungi, Jumat (14/6/2024). 

Menurut David, saat ini para investor asing hingga lembaga pemeringkat luar negeri sudah mulai bereaksi akibat arah kebijakan fiskal tersebut. Mereka ingin mengetahui langkah lanjutan hingga pelaksanaan program-program pemerintahan mendatang. “Karena kan kalau sekarang kondisinya likuiditas ketat. Kalau kondisi likuiditas ketat berarti akan terjadi kompetisi antara dana untuk kepentingan SBN, belanja negara, dan yang lain,” kata David. 

Prabowo juga perlu menjelaskan bentuk defisit anggaran yang akan diberlakukan seperti apa, dalam bentuk belanja atau pengurangan pajak. Defisit anggaran juga harus bisa memberikan dampak jangka panjang dan tidak sekadar untuk membiayai belanja konsumtif. 

Yield SBN tenor 10Y telah melompat hingga 21 bps Jumat lalu dan kini berada di 7,200%, membawa selisih imbal hasil investasi dengan Amerika Serikat melebar hampir 300 bps, tertinggi di Asia. Yield spread yang lebih kompetitif berpeluang menarik lagi asing untuk kembali masuk dengan pertimbangan valuasi yang sudah lebih murah. Meski dengan ketidakpastian prospek fiskal mungkin masih akan menahan minat investor.

Premi risiko RI juga menyentuh level tertinggi sejak April, terindikasi dari Credit Default Swap 5 tahun Indonesia yang sempat menyentuh 78,41 Senin lalu dan hari ini bergerak sedikit melemah ke 77,84.  

Prabowo Subianto, presiden terpilih Indonesia, berbicara pada Dialog IISS Shangri-La di Singapura, pada Sabtu (1/6/2024)./Bloomberg-Ore Huiying

Anggota Tim Transisi Ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yang juga keponakannya, Thomas Djiwandono membantah pemerintahan mendatang berencana meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 50%. Menurut dia, isu peningkatan rasio utang ke level tertinggi dalam dua dekade hanyalah opini dan bukan posisi formal Prabowo.

Menurut dia, Prabowo dan tim transisi tidak pernah bicara tentang target utang terhadap PDB untuk pemerintahan 2024-2029.

"Kita sama sekali tidak berbicara tentang target utang terhadap PDB, ini bukan rencana kebijakan formal," ujar Thomas kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (15/6/2024).

Thomas mengatakan, Prabowo sebagai presiden, akan mengatakan tetap memegang prinsip kehati-hatian fiskal. "Apa pun tentang tingkat utang, atau melampaui defisit hanyalah kebisingan [noise]," ujar dia. 

Senada, Ketua Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo–Gibran, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ketua umum Partai Gerindra lebih berfokus pada bagaimana menyesuaikan program-programnya pada APBN 2025, terutama pangan dan gizi. Hal ini akan dipacu sejalan dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini sambil memastikan kehati-hatian fiskal.

"Terkait berita atau wacana yang dilontarkan dari luas seolah ada rencana Pak Prabowo akan menaikkan rasio utang pemerintah kita anggap dinamika serta opini dan bukan posisi formal kami," ujar Dasco. 

-- dengan bantuan Mis Fransiska Dewi dan Dovana Hasiana.

(rui)

No more pages