Hal itu sebagaimana termaktub dalam riset dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) bertajuk Indonesia's Coal Companies: Some Diversify, Others Expand Capacity.
Dalam kaitan itu, BYAN dan GEOE tercatat berencana menaikkan kapasitas tambang batu baranya menjadi total 58 juta ton.
Sementara, ADRO juga masih merencanakan pembangunan PLTU berbasis batu bara dengan kapasitas 1,1 megawatt (MW) untuk mendukung smelter aluminiumnya.
Menanggapi tudingan tersebut, ADRO mengatakan smelter aluminium milik perusahaan di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara bakal secara bertahap memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT), seperti melalui Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk Provinsi di Kalimantan Utara.
Febrianti tidak menampik bahwa smelter aluminium ADRO bakal menggunakan PLTU sebagai sumber energi pada tahap pertama, hal ini dilakukan karena keandalannya.
Namun, kata Febrianti, smelter aluminium akan memanfaatkan EBT dari PLTA Mentarang Induk, Kalimantan Utara, dengan standar konstruksi modern yang ramah lingkungan pada tahapan proses produksi dan pengembangan selanjutnya.
PLTA Mentarang Induk pun ditargetkan beroperasi secara komersial atau commercial operation date (COD) pada 2030.
“PLTU juga dapat dibangun dengan cepat sehingga ADRO dapat segera mewujudkan komitmennya dalam berpartisipasi pada program hilirisasi mineral pemerintah,” ujar Febrianti kepada Bloomberg Technoz, dikutip Senin (17/6/2024).
Selain itu, upaya ADRO dalam meningkatkan ketersediaan aluminium diharapkan turut membantu pemerintah dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia serta berperan dalam mewujudkan industri yang rendah karbon untuk mencapai target NZE Indonesia pada kemudian hari.
(dov/wdh)