Saat ini, kata Eniya, terdapat 13 industri di Indonesia yang mampu memproduksi bioetanol dengan kapasitas 400.000 kiloliter (kl)/tahun. Namun, 11 dari 13 industri tersebut memproduksi bioetanol dengan kualitas makanan (food grade) yang memiliki kapasitas 360.000 kl/tahun.
Sementara itu, hanya 2 dari 13 industri tersebut yang mampu memproduksi bioetanol untuk bahan bakar (fuel grade) dengan kapasitas 40.000 kl/tahun.
"Sisa 11 industri tadi harus meningkatkan kapasitasnya dan dia harus investasi untuk menjadi fuel grade. Jadi harus ditingkatkan dengan peralatan untuk meningkatkan puritas sehingga dia bisa mencapai puritas yang tinggi sebagai bahan bakar," ujarnya.
Eniya mengatakan, skema business to business (B2B) antara industri tersebut dengan Pertamina diperlukan untuk memastikan ketersediaan pasar yang menyerap (offtaker).
Selain itu, Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan telah menyiapkan lahan seluas 2 juta hektare (ha) untuk gula dan bioetanol, yang merupakan upaya pemerintah untuk menjaga ketersediaan bioetanol.
PT Pertamina (Persero) sebelumnya mengonfirmasi tengah melakukan kajian terhadap rencana untuk mengakuisisi perusahaan di Brasil yang bakal berperan sebagai pemasok gula dan etanol.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan bahwa rencana akuisisi bakal dijalankan oleh subholding PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE).
“Saat ini masih dalam tahap kajian secara komprehensif untuk mendapatkan hasil terbaik. Pertamina menjalankan amanat pemerintah dalam hal menjaga ketahanan energi nasional, khususnya pada era transisi energi untuk mencari sumber energi baru terbarukan,” ujar Fadjar kepada Bloomberg Technoz, Rabu (12/6/2024).
(dov/wdh)