Pada April 2018, tekanan datang dari eksternal maupun internal. Kala itu, IHSG tertekan lantaran adanya isu perang dagang yang dipicu oleh Amerika Serikat (AS) terhadap China. Kemudian, tekanan juga terjadi pada efek kebijakan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) terkait kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018 silam.
Adapun sentimen internal yang mempengaruhi laju IHSG adalah defisit neraca perdagangan Indonesia untuk tiga bulan berturut-turut pada Februari 2018. Seiring dengan Bank Indonesia (BI) memprediksi bahwa defisit transaksi berjalan akan mencapai 2,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya 1,7%.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tercatat anjlok 6% secara mingguan ke level 5.919 pada April 2018.
Untuk April 2023, ada beberapa sentimen dan katalis yang dapat mempengaruhi gerak IHSG yakni rilisnya data inflasi Indonesia periode Maret 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi berada pada level 0,18% secara bulanan (month-to-month/mtm). Lebih tinggi ketimbang Februari 2023 yang sebesar 0,16% mtm. BPS mencatat inflasi Maret 2023 disumbang oleh makanan, minuman, dan tembakau.
Sementara itu, inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) tercatat pada level 4,97% yoy. Melandai dibandingkan dengan inflasi Februari 2023 sebesar 5,47% yoy. Angka inflasi ini berhasil turun ke level terendah dalam tujuh bulan terakhir.
Selain inflasi, kemarin Senin (3/4/2023) juga terdapat rilis data aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI).
Tercatat, aktivitas manufaktur Indonesia berhasil melanjutkan tren fase ekspansi pada Maret 2023. S&P Global melaporkan, Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada Maret 2023 berada pada level 51,9. Membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,2 sekaligus jadi yang tertinggi sejak September 2022.
Hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2023 membawa kabar positif. Permintaan yang kuat mendorong peningkatan produksi dan tenaga kerja.
Manufaktur menjadi penting untuk menjadi perhatian pelaku pasar. Sebab, manufaktur adalah kontributor utama pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Ketika sektor ini tumbuh, maka ekonomi secara keseluruhan akan ikut tumbuh.
Selanjutnya pada April 2023 ini akan terdapat agenda laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), neraca perdagangan Indonesia termasuk angka ekspor dan impor, dan juga pengumuman penjualan ritel. Termasuk akan ada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terkait suku bunga acuan.
Jika dibandingkan dengan indeks regional, atau rekan-rekannya di Asia, Straits Times Index Singapore juga mencatatkan rata-rata kenaikan sebesar 3,44%. Senada, Nikkei 225 Tokyo Stock Exchange juga mencatatkan kenaikan 2,34%. Hang Seng Index Hong Kong menguat 1,22%.
Jika mencermati lebih lanjut, kenaikan paling tinggi dihadapi oleh Straits Times Index Singapore dengan kenaikan mencapai 3,44% pada data rata-rata perdagangan saham dalam 5 tahun terakhirnya.
Adapun sentimen yang mempengaruhi laju indeks utama Singapura adalah, tingkat inflasi dan aktivitas manufaktur. Di mana tingkat inflasi Singapura tercatat melandai menjadi 6,3% yoy pada Februari 2023 dari level 6,6% yoy pada bulan sebelumnya, dan angka inflasi ini terendah sejak Mei 2022.
Selanjutnya, PMI Manufaktur Singapura pada Maret 2023 mencatat kontraksi menjadi level 49,9 dari sebelumnya pada level 50 pada Februari. Kontraksi terjadi karena kekhawatiran permintaan yang lemah di pasar global. Bersamaan dengan lambatnya pesanan baru, dan penurunan ekspor yang berkelanjutan.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di bawah 50, maka artinya industriawan sedang menjalani fase kontraksi.
(fad/aji)