Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan kembali surplus pada Mei. Jika terwujud, maka surplus akan tercipta selama 49 bulan beruntun.

Ekspor diperkirakan mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) terbatas. Sementara impor diramal anjlok, yang kemudian menopang surplus neraca perdagangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei pada Rabu (19/6/2024) esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg memperkirakan ekspor Mei terkontraksi 1,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Memburuk dibandingkan April yang masih tumbuh 1,72% yoy.

Perkembangan harga komoditas menjadi salah satu penyebab kemerosotan kinerja ekspor Indonesia. Harga batu bara, misalnya, turun 2,11% secara point-to-point sepanjang Mei. 

Perlambatan permintaan di negara-negara mitra dagang utama juga memukul ekspor Indonesia. Impor China hanya tumbuh 1,8% yoy pada Mei, jauh melambat ketimbang bulan sebelumnya yang melonjak 8,4% yoy.

Sementara di sisi impor, konsensus Bloomberg memperkirakan terjadi kontraksi 10% yoy pada Mei. Jauh memburuk dibandingkan April yang tumbuh 4,62% yoy.

Lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal untuk keperluan industri dalam negeri. Jadi saat impor lesu, kemungkinan besar industri Tanah Air pun begitu.

Ini terbukti dengan data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang pada Mei berada di 52,1. Ini adalah yang terendah sejak November tahun lalu atau 6 bulan terakhir.

“Walau positif (di atas 50), tetapi ada sejumlah sinyal awan mendung. Laju pertumbuhan secara umum melemah, sementara keyakinan dunia usaha jatuh ke level terlemah dalam lebih dari 4 tahun.

“Tekanan biaya juga meningkat. Jadi bisa dipahami kalau dunia usaha berhati-hati dalam hal tenaga kerja dengan menerapkan pendekatan wait and see, bukan dengan langsung menggantikan karyawan yang keluar,” terang Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence, seperti dikutip dari keterangan tertulis. 

Neraca Dagang Surplus

Impor yang turun tajam membuat neraca perdagangan Indonesia diperkirakan tetap terjaga di teritori positif. Konsensus Bloomberg memperkirakan neraca perdagangan membukukan surplus US$ 2,97 miliar pada Mei. Meski masih surplus, tetapi lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya yang senilai US$ 3,56 miliar.

Apabila terwujud, maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami surplus 49 bulan tanpa putus. Meski surplus terjadi selama lebih dari 4 tahun, tetapi ini bukan rekor terpanjang.

"Berdasarkan catatan BPS, surplus terpanjang pernah terjadi 152 bulan berturut-turut pada Juni 1995-April 2008. Kemudian, pernah terjadi juga surplus beruntun tetapi hanya dalam 18 bulan pada Januari 2016-Juni 2017," ungkap Pudji Ismartini, Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa.

Walau neraca perdagangan surplus, tetapi kontraksi ekspor dan impor tentu perlu diwaspadai. Ekspor adalah penyumbang terbesar ketiga dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran. 

Sementara industri manufaktur (yang kinerjanya dipengaruhi oleh impor) merupakan kontributor terbesar pembentukan PDB dari sisi lapangan usaha. Jadi ekspor dan impor yang minus tentu akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Ibu Pertiwi.

(aji)

No more pages