Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS menguat, maka emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas akan turun dan harga mengikuti.
Penguatan dolar AS datang akibat respons pasar terhadap hasil rapat Bank Sentral Federal Reserve. Dalam rapat pekan lalu, Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell dan kolega sepakat untuk mempertahankan suku bunga acuan di 5,25-5,5%.
Rapat teranyar juga memberikan pembaruan terhadap proyeksi arah Federal Funds Rate, yang tercermin dalam dot plot. Di dot plot terbaru, terlihat para anggota Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) lebih kurang dovish.
Dalam dot plot edisi Maret, ada nuansa suku bunga acuan busa turun 75 basis poin (bps) tahun ini. Namun dalam dot plot teranyar, sepertinya 2 kali penurunan atau 50 bps sudah maksimal.
Bahkan sebagian pejabat The Fed memperkirakan suku bunga acuan hanya bisa turun sekali alias cuma 25 bps. Neel Kashkari, Gubernur The Fed Minneapolis, mengungkapkan adalah proyeksi yang masuk akal jika The Fed hanya bisa menurunkan suku bunga sekali, dan sepertinya baru terjadi pada Desember.
Posisi (stance) The Fed yang lebih less dovish itu membuat surat utang pemerintah AS kebanjiran peminat, dengan ekspektasi suku bunga masih akan tinggi. Hasilnya, dolar AS pun masih dalam tren menguat.
Perlu diingat pula, emas tidak seperti surat utang yang memberikan imbal hasil (yield). Emas adalah aset tanpa imbal hasil (non-yielding asset) sehingga memegang emas kurang menguntungkan dalam iklim suku bunga tinggi.
(aji)