Menurut laporan Kementerian Kesehatan, kasus DBD berhasil diturunkan sekitar 35% pada 2023 dan awal 2024. Kendati demikian, Kemenkes mengeklaim dari awal tahun hingga pekan ke-22 2024, kasus kumulatif DBD kembali mengalami kenaikan mencapai 119.709 kasus. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan total kasus DBD pada 2023 yang mencapai 114.720 kasus.
“Jumlah kasus DBD saat ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2023,” jelas Imran.
Meskipun kasusnya meningkat, jumlah kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2023, jumlah kematian akibat DBD mencapai 894 kasus, sedangkan jumlah kumulatif tahun berjalan sampai dengan pekan ke-22 mencapai 777 kasus kematian.
“Kunci penangananya yang saya lihat di DKI ini, begitu terdeteksi demam berdarah langsung masuk rumah sakit untuk diopname karena kalau pulang akan susah dilakukan monitoring, yah, monitoring kebocoran cairannya itu susah. Itulah kunci untuk menurunkan case facility rate seminimal mungkin,” kata Imran.
Imran melanjutkan, berdasarkan data distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur dalam tiga tahun terakhir, kelompok umur 15 hingga 44 tahun merupakan kelompok yang paling banyak terkena DBD dalam tiga tahun terakhir.
Adapun, untuk kasus kematian akibat DBD dalam tujuh tahun terakhir, kelompok umur 5 hingga 14 tahun merupakan yang paling rentan.
“Kalau kita melihat dari kasusnya kita bisa lihat anak-anak memang lebih rentan untuk menjadi lebih buruk kondisinya,” lanjut dr. Imran.
Pada 2024, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yaitu Bandung, Depok, Tangerang, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.
Sementara itu, terdapat lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus dengan IR tertinggi, yaitu Kendari, Gianyar, Kutai Barat, Klongkong, dan Tomohon.
Kasus kematian DBD terbanyak pada 2024 terjadi di lima kabupaten/kota, yaitu Bandung, Klaten, Subang, Kendal, dan Jepara. Sedangkan CFR tertinggi terdapat di lima kabupaten/kota yaitu Tidore Kepulauan, Purworejo, Mandailing, Barru, dan Surakarta.
6 Strategi
Imran menyampaikan, Kemenkes melakukan enam strategi nasional penanggulangan dengue sebagai respons kenaikan kasus DBD.
Pertama, penguatan manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan. Kedua, peningkatan akses dan mutu tata laksana dengue.
Ketiga, penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsif. Keempat, peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan.
Kelima, penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan kemitraan. Keenam, pengembangan kajian, invensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti.
“Yang sangat penting adalah poin kelima dan keenam ini, karena bagaimanapun juga daerah yang mempunyai kendali, dan kepala daerah yang memimpin langsung pemberantasan DBD akan memberikan dampak yang sangat positif,” kata Imran.
Selain enam strategi nasional, Kemenkes juga mengeluarkan inovasi kebijakan penanggulangan dengue, yaitu pemberantasan sarang nyamuk (PSN), revitalisasi kelompok kerja operasional (pokjanal) DBD, penguatan surveilans dan sistem kewaspadaan dini dan respons, teknologi vektor nyamuk ber-Wolbachia, dan imunisasi dengue.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Erni J. Nelwan. Ph.D, Sp.PD, K-PTI, FACP, FINASIM, yang menjadi narasumber dalam temu media, menyampaikan informasi penting mengenai cara mengenal gejala dan tanda DBD, serta upaya pencegahan dan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus.
Beberapa tanda dan gejala DBD yaitu, mendadak demam tinggi, sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, timbul bercak kemerahan, hidung berdarah, sakit di belakang mata, mual dan muntah, serta kelelahan.
“Namun, gejala enggak khas, yah, tetapi dominannya demam,” kata Prof. Dr. Erni.
Pencegahan dan pemberantasan dengue sangat penting dilakukan dengan vaksinasi dan tanpa mengenyampingkan upaya 3M plus yaitu, menguras (membersihkan) bak mandi, vas bunga atau wadah lain yang berisiko; menutup rapat tempat penampungan air; memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas; dan mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk.
“Saat ini, kita juga sudah ada vaksin dan punya upaya teknologi nyamuk ber-Wolbachia agar virus enggak survive,” Kata Prof. Dr. Erni.
Selain teknologi wolbachia untuk tindakan preventif dengue, salah satu inovasi yang juga dilakukan Kemenkes adalah vaksin DBD yang mampu mengurangi risiko komplikasi serius akibat DBD. Vaksin DBD tersebut belum masuk program, tetapi sudah dapat diakses dan BPOM sudah memberikan persetujuan untuk vaksin itu.
(dec/wdh)