“Bagi penambang tidak ada pilihan, karena dia tidak bisa ekspor, harus jual smelter yang didominasi China dan China lah yang menentukan harga tadi,” ujar Fahmy kepada Bloomberg Tecnoz, dikutip Senin (17/6/2024).
Dengan tercatatnya nikel Indonesia di LME, perdagangan bisa dilakukan melalui bursa tersebut, tidak hanya penawaran melalui masing-masing.
Dalam kaitan itu, para pembeli komoditas nikel bisa melakukan perdagangan melalui LME. Dengan demikian, Indonesia bisa memperluas pasar ekspor nikel.
Walaupun demikian, Fahmy juga tidak menampik bahwa dominasi China terhadap nikel Indonesia tidak serta-merta bisa langsung hilang karena sebagian besar smelter di Indonesia masih memiliki keterkaitan dengan China.
“Nah saya berharap pengusaha-pengusaha Indonesia seperti Adaro misalnya atau pengusaha yang lain, selain penambang dia mestinya juga bangun smelter tadi,” ujarnya.
Produk nikel olahan Indonesia akhirnya melantai di LME dengan kode ‘DX-zwdx’. Menyitir situs resmi LME, merek tersebut merupakan nikel asal Morowali, Sulawesi Tengah yang diproduksi oleh PT CNGR Ding Xing New Energy.
Adapun, perusahaan tersebut merupakan patungan antara CNGR Advanced Material asal China dan Rigqueza International Pte asal Indonesia yang memiliki kapasitas produksi 50.000 metrik ton (mt) per tahun.
(dov/wdh)