Di sisi lain, kubu Prabowo juga perlu menjelaskan bentuk defisit anggaran yang akan diberlakukan seperti apa, dalam bentuk belanja atau pengurangan pajak.
Namun, David menekankan defisit anggaran harus bisa memberikan dampak jangka panjang dan tidak konsumtif misalnya diarahkan ke human capital. Jika melalui pengurangan pajak juga perlu dijelaskan untuk kepentingan apa.
“Hal yang bagus itu kan yang arahnya memberikan multiplier efek besar buat ekonomi,” ujar David.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah juga menyarankan agar tim Prabowo dapat mengomunikasikan programnya dengan baik karena bisa salah pengertian hingga salah interpretasi yang pada akhirnya akan berdampak negatif.
Padahal, kata Piter, yang ingin disampaikan oleh Prabowo sangat baik. Piter menilai Prabowo berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan utang, yang pada ujungnya bisa meningkatkan kesejahteraan.
“Kan kalian tidak melihat itu. Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Pak Prabowo sebelum dia mengatakan naik utang, kan nggak ujug-ujug, Prabowo mau menaikkan utang sampai 50% dari PDB. Kan nggak itu yang diomongkan. Yang diomongkan oleh Pak Prabowo adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi bahkan di atas 7%-8%,” tutur Piter.
Rasio Utang Bengkak Jadi 50%
Pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto dikabarkan berencana menaikkan rasio utang hingga 50% dari PDB demi mendanai berbagai program populis berbiaya besar seperti makan siang gratis hingga meneruskan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Rasio utang 50% dari PDB itu akan menjadi yang tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Mengutip sumber Bloomberg, Jumat (14/6/2024), pemerintahan Prabowo berniat menaikkan rasio utang sebesar 2 poin persentase setiap tahun selama 5 tahun ke depan, berdasarkan informasi dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Peningkatan bertahap akan memberikan ruang bagi tim ekonominya untuk menyesuaikan diri terhadap hambatan apa pun, dibandingkan dengan menambah utang sekaligus, kata sumber tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya membahas masalah-masalah pribadi.
Hal ini akan membuat utang Indonesia mendekati 50% dari PDB pada akhir masa jabatan lima tahunnya dari sekitar 39% pada tahun ini, yang berpotensi mencapai tingkat tertinggi sejak 2004.
Walaupun Prabowo telah membicarakan kemungkinan meningkatkan utang negara selama kampanyenya, komitmen untuk melakukan hal tersebut dan perincian bagaimana hal itu akan dilakukan sebelumnya tidak diketahui.
Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, yang selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor.
Pemerintah Indonesia selama ini secara ketat mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3% dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum sebesar 60% sejak Krisis Keuangan Asia 1997, kecuali selama pandemi. Hal itu telah membantu utang Indonesia mendapatkan kembali peringkat layak investasi meskipun pendapatan negara masih lemah.
Rasio utang sebesar 50% dipandang sebagai tingkat optimal karena akan meyakinkan investor akan komitmen Indonesia terhadap kehati-hatian fiskal, sementara rasio utang yang lebih tinggi dari 60% dapat menimbulkan kekhawatiran pasar, tambah narasumber tersebut.
Rencana mengerek rasio utang hingga 50% dari PDB itu sebenarnya bukan yang pertama kali dilontarkan oleh Prabowo. Dalam ajang Debat Calon Presiden 2024 ketiga yang dilangsungkan pada 1 Juli 2024 lalu, Prabowo menyatakan, rasio utang hingga 50% tidak menjadi masalah karena latar belakang Indonesia adalah negara yang tidak pernah gagal utang alias default.
Pernyataan itu keluar menanggapi pernyataan Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan yang bilang rasio utang RI idealnya di bawah 30%. "Kita sampai 50% enggak masalah, kita tidak pernah default, kita dihormati di dunia," kata Prabowo waktu itu.
(mfd/lav)