Logo Bloomberg Technoz

Sejumlah sektor saham menjadi pemberat laju IHSG pada perdagangan Sesi II sore hari ini. Sektor saham teknologi, saham konsumen non primer, dan saham infrastruktur mencatatkan koreksi paling jeblok, dengan masing-masing drop mencapai 1,91%, 1,81% dan 1,78%.

Anjloknya IHSG yang begitu dalam merupakan efek secara langsung dari melemahnya sejumlah saham Big Caps, terutama saham BMRI dan TLKM.

Berikut diantaranya berdasarkan data Bloomberg, Jumat (14/6/2024).

  1. Bank Mandiri (BMRI) menekan 16,12 poin
  2. Telkom Indonesia (TLKM) menekan 13,02 poin
  3. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menekan 10,85 poin
  4. Barito Renewables Energy (BREN) menekan 8,82 poin
  5. Bank Negara Indonesia (BBNI) menekan 4,77 poin
  6. Bank Central Asia (BBCA) menekan 3,27 poin
  7. United Tractors (UNTR) menekan 2,73 poin
  8. Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) menekan 2,82 poin
  9. Merdeka Copper Gold (MDKA) menekan 2,51 poin
  10. Mitra Adiperkasa (MAPI) menekan 2,01 poin

Disusul oleh pelemahan saham barang baku, PT Semen Indonesia Group Tbk (SMGR) yang terjun bebas 5,19% ke Rp3.470/saham, saham PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) anjlok 4,24% ke Rp565/saham, dan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang ambles 3,59% ke Rp1.210/saham.

Adapun saham-saham sektor keuangan juga jadi pendorong pelemahan IHSG, saham PT BFI Finance Tbk (BFIN) drop 6,25% ke posisi Rp825/saham, saham PT Saratoga Investama SedayaTbk (SRTG) anjlok 5,24% ke Rp1.355/saham, dan saham PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) juga terjebak di zona merah dengan drop 4,61% ke posisi Rp1.035/saham.

Rasio Utang RI 50% di Pemerintahan Prabowo Subianto

IHSG terjungkal imbas sentimen jebolnya rupiah, ambruk melewati level psikologis terlemah baru di Rp16.400/US$.

Jelang penutupan perdagangan spot, Jumat (14/6/2024). Rupiah melemah 0,97% atau kehilangan lebih dari 140 poin hingga Rp16.423/US$ juga sekaligus menjadi valuta terlemah di Asia sepanjang hari ini.

Kekhawatiran meningkat cepat di kalangan para pemodal yang mencemaskan kondisi fiskal Indonesia di bawah Pemerintahan baru nanti yang dikabarkan akan mengerek Rasio Utang hingga 50% demi mendukung berbagai program populis.

Sementara, di pasar surat utang semua kurva terlihat mencatat kenaikan imbal hasil, cermin tekanan harga, ke level 7,145% untuk tenor 10Y. Tenor 5Y juga menanjak ke 7,090%, sedangkan tenor 2Y meninggi ke 6,722%.

Mengutip sumber Bloomberg, Jumat (14/6/2024), Pemerintahan Prabowo berniat menaikkan rasio utang sebesar 2 poin persentase setiap tahun selama 5 tahun ke depan, berdasarkan informasi dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Peningkatan bertahap akan memberikan ruang bagi tim ekonominya untuk menyesuaikan diri terhadap hambatan apa pun, dibandingkan dengan menambah utang sekaligus, kata sumber tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya membahas masalah-masalah pribadi.

Hal ini akan membuat utang Indonesia mendekati 50% dari PDB pada masa jabatan lima tahunnya dari sekitar 39% pada tahun ini, yang berpotensi mencapai tingkat tertinggi sejak 2004 kala itu.

Walaupun Prabowo telah membicarakan kemungkinan meningkatkan utang negara selama kampanyenya, komitmen untuk melakukan hal tersebut dan perincian bagaimana hal itu akan dilakukan sebelumnya tidak diketahui.

Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, yang selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor.

Pemerintah Indonesia selama ini secara ketat mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3% dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum sebesar 60% sejak Krisis Keuangan Asia 1997, kecuali selama pandemi. Hal itu telah membantu utang Indonesia mendapatkan kembali peringkat layak investasi meskipun pendapatan negara masih lemah.

Rasio utang sebesar 50% dipandang sebagai tingkat optimal karena akan meyakinkan investor akan komitmen Indonesia terhadap kehati-hatian fiskal, sementara rasio utang yang lebih tinggi dari 60% dapat menimbulkan kekhawatiran pasar, tambah narasumber tersebut.

(fad)

No more pages