Namun, batas aman itu sebenarnya tidak cukup aman apabila menghitung juga utang perusahaan-perusahaan pelat merah alias BUMN. Sebagaimana diketahui, BUMN adalah perusahaan milik negara di mana ketika mereka ambruk atau gagal bayar, pemerintah acapkali tidak punya pilihan selain turun tangan atau menyuntik modal tambahan yang lagi-lagi akan kian mengerosi keuangan negara.
Mengacu pada Statistik Utang Sektor Publik Indonesia yang dilansir oleh Kementerian Keuangan, sampai akhir kuartal IV-2023, total utang Indonesia termasuk utang pemerintah dan BUMN mencapai Rp15.867,59 triliun (gross debt). Angka itu setara dengan 75,94% dari PDB Indonesia pada 2023.
Utang luar biasa besar itu terdiri atas total utang pemerintah sebesar Rp8.264,14 triliun (angka per kuartal 4-2023), lalu utang BUMN di luar sektor keuangan (nonfinancial public corporation) senilai Rp1.009,95 triliun. Lalu utang BUMN sektor keuangan (financial public corporation) sebesar Rp6.593,49 triliun.
BUMN sektor nonkeuangan termasuk di antaranya adalah BUMN sektor karya yang masih terbelit skandal utang seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Ada juga PT Adhi Karya Tbk (ADHI), kemudian PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), dan lain sebagainya. Sedangkan BUMN sektor keuangan ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan seterusnya.
Alhasil, total utang sektor publik Indonesia pada akhir 2023 mencapai Rp15.867,59 triliun. Di mana sebanyak Rp4.316,60 triliun atau 27,2% merupakan utang dalam denominasi valuta asing. Kemudian, sebesar Rp4.027 triliun adalah utang dari kreditur asing.
"Dengan utang pemerintah off balance sheet di kisaran 30-35% terhadap PDB, maka tambahan utang pemerintah pusat hingga 50% dapat menaikkan utang sektor publik kita dari saat ini 70%-an menjadi lebih dari 80% atau bahkan sampai 90% terhadap PDB bila tidak dikelola dengan hati-hati. Itu semakin mendekati utang sektor publik Amerika Serikat yang saat ini berada di kisaran 110-115%," kata Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Prayadi kepada Bloomberg Technoz, Jumat (14/6/2024).
Negara-negara maju memang lumrah memiliki utang publik yang melampaui nilai PDB mereka dan masih dinilai aman oleh para investor karena rasio pajak (yang mencerminkan pendapatan atau potensi pendapatan negara) sudah cukup tinggi.
Mengacu data Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang bisa menjadi representasi negara-negara maju, rasio pajak terhadap PDB negara-negara OECD mencapai 33,5%.
Negara seperti Denmark, misalnya, rasio pajaknya mencapai 46,5%. Bahkan Meksiko mencatat rasio pajak 17,9%. Sementara Amerika Serikat pada 2023 mencatat rasio pajak di kisaran 27,7% pada 2022. Amerika bahkan pernah mencatat rasio pajak di 28,3% pada tahun 2000 silam.
Hal sebaliknya terjadi di Indonesia. Rasio pajak Indonesia pada 2023 baru sebesar 10,21%. Namun, rasio utang publik sudah lebih dari 70%. Ini yang menjelaskan mengapa Prabowo dalam kampanye berulang menyatakan berniat mengerek rasio pajak naik hingga ke 23%.
Rasio pajak RI turun
Menaikkan rasio pajak ke level itu bukan hal yang mudah meski tidak mustahil. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Mandiri Investment Forum awal Maret lalu menyatakan, Indonesia kesulitan mengerek rasio pajak. Penerimaan pajak terkait dengan basis perpajakan yang ada saat ini. Disinyalir sekitar 47% perekonomian RI tidak masuk dalam basis perpajakan.
"Penagihan pajak kita hanya mengandalkan 53%. Itu terjadi bukan saja karena banyak ekonomi informal di Indonesia tapi juga banyak pegecualian perpajakan di mana kegiatan-kegiatan ekonomi masih belum dikenakan pajak, yang diatur dalam kebijakan dan regulasi. Ini juga terjadi karena kami memberikan sejumlah insentif," katanya ketika itu.
Sektor ekonomi digital, misalnya, masih belum sepenuhnya tertangkap oleh jangkauan perpajakan.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang disusun Kementerian Keuangan dan sudah dikonsultasikan dengan tim prabowo, target rasio perpajakan pada tahun pertama pemerintahan Prabowo ditetapkan sebesar 10,09%-10,29%. Batas bawah target tax ratio itu di bawah capaian 2023 yang tercatat 10,21%.
Naik ke 50%
Pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto dikabarkan berencana menaikkan rasio utang hingga 50% dari PDB demi mendanai berbagai program populis berbiaya besar seperti makan siang gratis hingga meneruskan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Rasio utang 50% dari PDB itu akan menjadi yang tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Mengutip sumber Bloomberg, Jumat (14/6/2024), pemerintahan Prabowo berniat menaikkan rasio utang sebesar 2 poin persentase setiap tahun selama 5 tahun ke depan, berdasarkan informasi dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Peningkatan bertahap akan memberikan ruang bagi tim ekonominya untuk menyesuaikan diri terhadap hambatan apa pun, dibandingkan dengan menambah utang sekaligus, kata sumber tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Hal ini akan membuat utang Indonesia mendekati 50% dari PDB pada akhir masa jabatan lima tahunnya dari sekitar 39% pada tahun ini, yang berpotensi mencapai tingkat tertinggi sejak 2004.
Walaupun Prabowo telah membicarakan kemungkinan meningkatkan utang negara selama kampanyenya, komitmen untuk melakukan hal tersebut dan perincian bagaimana hal itu akan dilakukan sebelumnya tidak diketahui.
Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, yang selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor.
Pemerintah Indonesia selama ini secara ketat mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3% dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum sebesar 60% sejak Krisis Keuangan Asia 1997, kecuali selama pandemi. Hal itu telah membantu utang Indonesia mendapatkan kembali peringkat layak investasi meskipun pendapatan negara masih lemah.
Rasio utang sebesar 50% dipandang sebagai tingkat optimal karena akan meyakinkan investor akan komitmen Indonesia terhadap kehati-hatian fiskal, sementara rasio utang yang lebih tinggi dari 60% dapat menimbulkan kekhawatiran pasar, tambah narasumber tersebut.
Rencana mengerek rasio utang hingga 50% dari PDB itu sebenarnya bukan yang pertama kali dilontarkan oleh Prabowo. Dalam ajang Debat Calon Presiden 2024 ketiga yang dilangsungkan pada 7 Januari 2024 lalu, Prabowo menyatakan, rasio utang hingga 50% tidak menjadi masalah karena latar belakang Indonesia adalah negara yang tidak pernah gagal utang alias default.
Pernyataan itu keluar menanggapi pernyataan Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan yang bilang rasio utang RI idealnya di bawah 30%. "Kita sampai 50% enggak masalah, kita tidak pernah default, kita dihormati di dunia," kata Prabowo waktu itu.
(rui/hps)