Sebuah dana investasi yang dikelola oleh Janus Henderson baru-baru ini juga menambah tekanan kepada saham Indonesia, di mana mereka memangkas kepemilikan saham RI dan mengalihkan dana investasinya ke China. Morgan Stanley pada minggu ini menurunkan peringkat saham negara Asia Tenggara ini menjadi Underweight, mengutip ketidakpastian mengenai kebijakan fiskal.
"Melihat ke depan, untuk tiga hingga empat bulan ke depan, tidak ada alasan bagi kami untuk menambah investasi di Indonesia," kata Sat Duhra, Manajer Investasi di Janus Henderson di Singapura.
"Ancaman kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Bank Sentral (BI) akan merusak sentimen lebih banyak karena ada harapan pelonggaran di tempat lain di Asia," tambahnya.
Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya ke rekor tertinggi 6,25% pada April untuk membantu menopang rupiah yang terus melemah, meskipun memberikan risiko menghambat pertumbuhan ekonomi terbesar Asia Tenggara ini.
“Hal tersebut telah memicu arus keluar dana investasi saham, dengan dana investor asing mengurangi kepemilikan saham hampir setiap hari kecuali lima hari di kuartal ini,” mengutip riset Bloomberg oleh John Cheng and Ivy Chok, Jumat (14/6/2024).
Efeknya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mendekati konfirmasi tren Bearish, setelah anjlok 8% dari rekor tertinggi yang dicapai pada Maret kemarin menyusul hasil Pemilihan Umum yang berlangsung, dan diterima dengan baik.
Senada dengan perdagangan yang ada di zona merah, secara year-to-date IHSG juga mencatatkan minus 6,42% point-to-point.
Ditambah lagi, tekanan juga datang dari harga komoditas yang berfluktuasi tinggi di tengah ketidakstabilan prospek lanjutan konflik Timur Tengah, yang amat mempengaruhi pergerakan saham-saham komoditas pertambangan di pasar saham Indonesia.
Janji-janji kampanye Presiden terpilih Prabowo Subianto — seperti usulan penyediaan makan siang dan susu gratis untuk siswa oleh Pemerintah — dapat membebani fiskal secara signifikan, tulis para ahli strategi Morgan Stanley termasuk Daniel Blake di Singapura dalam sebuah catatan risetnya di minggu ini.
Pada saat yang sama, “Prospek pendapatan Indonesia juga telah melemah,” tambah mereka.
Namun demikian, tidak semua bersikap pesimis. Saham-saham Indonesia mungkin mendapatkan kelegaan jika ada “Kebijakan ekonomi yang lebih konkret dari pemerintah baru pasca transisi yang mendorong investasi swasta dan pertumbuhan kredit,” kata Soo Hai Lim, Kepala Divisi Saham Asia di luar China di Barings di Singapura.
Ia juga mengatakan bahwa saham-saham Indonesia mungkin pulih jika Federal Reserve mulai memangkas suku bunga acuan Federal Funds Rate.
Bersamaan dengan itu, valuasi IHSG telah menjadi menarik. Saat ini, IHSG diperdagangkan pada Rasio Harga terhadap Pendapatan (Price Earning Ratio/PER) ke depan sebesar 12 kali, lebih dari satu standar deviasi, yang tengah berada di bawah rata-rata lima tahunnya.
Sentimen lanjutan pasar saham juga menyeret saham teknologi yang mungkin rebound ke zona hijau mengikuti rekan-rekannya di Amerika Serikat yang melonjak karena inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, memicu spekulasi bahwa suku bunga akan turun setidaknya dua kali pada 2024, meskipun Federal Reserve mengindikasikan hanya sekali.
Saham-saham Kendaraan Listrik (Electric Vehicle/EV) juga kembali menjadi sorotan setelah Uni Eropa secara resmi memberitahukan produsen mobil China tentang peningkatan tarif.
Saham transportasi dan logistik juga berpeluang pulih setelah Menteri Luar Negeri Antony Blinken meragukan prospek bahwa Israel dan Hamas akan menyetujui proposal gencatan senjata AS, yang dapat memperbaharui tekanan kenaikan pada tarif pengiriman.
(fad)