"Bahwa akhirnya Permendag No. 8/2024 hadir, [harapan pulih bagi industri TPT] itu buyar lagi. Jadi kondisinya di industri filamen itu masih sama, utilisasinya baru 45%," ungkap Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta kepada Bloomberg Technoz, belum lama ini.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan sebelum diterapkannya Permendag No. 36/2023 secara efektif mulai 10 Maret 2024, kondisi industri filamen sedang tidak baik-baik saja, akibat situasi global dan pandemi Covid-19 yang sempat membuat beberapa produsen benang goyah dan babak belur.
Namun, dengan diberlakukannya Permendag No. 36/2023 pada Maret, Redma mengatakan situasi di industri TPT mulai menemui titik terang pemulihan, khususnya bagi pelaku industri serat dan benang filamen yang nyaris terpuruk.
Akan tetapi, tahun ini Kementerian Perdagangan justru melakukan relaksasi dengan mengubah Permendag No. 36/2024 tersebut sebanyak tiga kali dalam rentang 2 bulan.
Dalam kebijakan terkini, Permendag No. 8/2024, Redma mengatakan regulasi soal mekanisme arus barang yang terdampak lartas impor direlaksasi, yang membuat importasi beberapa komoditas manufaktur —yang berpotensi mengganggu industri serat filamen— menjadi makin mudah.
Walhasil, Redma menilai bahwa perubahan ini justru berujung pada tidak adanya skema pengendalian impor, demi melindungi industri domestik. Hal ini dinilainya bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya permendag tersebut, yang salah satunya untuk dapat mengurangi jumlah PHK di industri TPT.
"Kalau ini begini lagi ya PHK-nya akan terus-menerus terjadi lagi," tegas Redma.
Sebagai informasi, permendag soal impor tersebut tercatat telah mengalami revisi sebanyak tiga kali, yakni sebelumnya di Permendag No. 3/2024 pada Maret, Permendag No. 7/2024 yang baru saja terbit bulan lalu, dan sekarang berubah lagi menjadi Permendag No. 8/2024 dan mulai berlaku sejak Jumat (17/5/2024).
Beleid itu ditujukan untuk membebaskan sekitar 26.000 kontainer yang sebelumnya tertahan di sejumlah pelabuhan. Secara terperinci, terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di pelabuhan Tanjung Perak.
Adapun, kontainer yang tertahan itu terdiri dari komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan komoditas lainnya yang dalam peraturan sebelumnya memerlukan perizinan impor (PI) atau pertek karena termasuk dalam daftar pelarangan dan/atau pembatasan impor.
(prc/wdh)