Dengan cara itu, Indonesia juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan teknologi yang murah.
Masih Diperlukan
Rachmat mengamini upaya mengurangi dan menghilangkan emisi memang diperlukan. Namun, ekspor batu bara Indonesia masih mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yang menandakan bahwa kebutuhan atau permintaan batu bara di dunia masih ada.
Dalam paparannya, Rachmat menjelaskan ekspor batu bara adalah 494 juta ton pada 2022, meningkat menjadi 518 juta ton pada 2023. Sementara itu, ekspor batu Indonesia bara ditargetkan mencapai 702 juta ton pada 2024.
Di sisi lain, laju ekspansi yang kencang dari perusahaan-perusahaan tambang batu bara serta masih berlanjutnya PLTU captive dituding menjadi alasan Indonesia terus terhambat dalam mengeksekusi transisi menuju emisi nol bersih atau net zero emission (NZE).
Sebuah riset dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) bertajuk Indonesia's Coal Companies: Some Diversify, Others Expand Capacity melaporkan setidaknya dua perusahaan batu bara masih terus meningkatkan kapasitas tambangnya.
Keduanya a.l. PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan Geo Energy Resources Ltd (GEOE), yang tercatat berencana menaikkan kapasitas tambang batu baranya menjadi total 58 juta ton.
Perusahaan batu bara lain, PT Adaro Energy Tbk (ADRO), juga masih merencanakan pembangunan PLTU berbasis batu bara dengan kapasitas 1,1 megawatt (MW) untuk mendukung smelter aluminiumnya.
(dov/wdh)