Walaupun Prabowo telah membicarakan kemungkinan meningkatkan utang negara selama kampanyenya, komitmen untuk melakukan hal tersebut dan perincian bagaimana hal itu akan dilakukan sebelumnya tidak diketahui.
Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, yang selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor.
Pemerintah secara ketat mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3% dari PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimum sebesar 60% sejak Krisis Keuangan Asia 1997, kecuali selama pandemi. Hal ini telah membantu utang Indonesia mendapatkan kembali peringkat layak investasi meskipun pendapatan negara masih lemah.
Rasio utang sebesar 50% dipandang sebagai tingkat optimal karena akan meyakinkan investor akan komitmen Indonesia terhadap kehati-hatian fiskal, sementara rasio utang yang lebih tinggi dari 60% dapat menimbulkan kekhawatiran pasar, tambah narasumber tersebut.
Meskipun ini adalah rencana permainan untuk saat ini, diskusi sedang berlangsung dan proposal tersebut mungkin berubah, mereka menambahkan.
Prabowo fokus pada bagaimana menyesuaikan program-programnya, terutama pangan dan gizi, ke dalam APBN 2025 agar sejalan dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini sambil memastikan kehati-hatian fiskal, kata Thomas Djiwandono, anggota tim transisi ekonomi presiden terpilih.
“Obrolan apa pun di luar itu hanyalah opini dan bukan posisi formal kami,” tambahnya.
Mantan Danjen Kopassus tersebut mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg bulan lalu bahwa Indonesia bisa “lebih berani” dengan belanja pemerintah.
“Kita merupakan salah satu negara dengan rasio utang terhadap PDB terendah di dunia, jadi sekarang saya pikir inilah saatnya untuk lebih berani dalam menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik,” katanya.
Beban Bunga
Prabowo, yang akan dilantik sebagai presiden pada Oktober, membutuhkan dana untuk memenuhi janji kampanyenya berupa makan siang gratis untuk anak-anak di antara rencana kesejahteraan lainnya yang diperkirakan akan menelan biaya sebesar Rp460 triliun (US$28 miliar) per tahun, lebih besar dari jumlah dana yang dibutuhkan untuk memenuhi janji kampanyenya. seluruh defisit anggaran 2023.
Pinjaman tambahan apa pun akan menambah utang yang sudah lebih tinggi pada pemerintahan baru yang ditinggalkan oleh Presiden Joko Widodo.
Jokowi menaikkan rasio utang terhadap PDB sebesar 5 poin persentase pada masa jabatan pertamanya untuk mendanai pembangunan infrastruktur, dan sebesar 5 poin persentase lagi pada masa jabatan keduanya untuk menangani krisis pandemi.
Peningkatan tersebut mempunyai dampak yang tidak langsung selama bertahun-tahun. Pemerintah akan menghabiskan Rp500 triliun tahun ini untuk pembayaran bunga, yang menghabiskan 15% dari seluruh anggarannya.
Bahkan, jika Prabowo menaikkan rasio utang Indonesia menjadi 50%, jumlah utang Indonesia masih berada di bawah negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Singapura yang melampaui 60%.
(bbn)