Dolar AS kembali menguat lantaran terungkit penurunan imbal hasil Treasury, surat utang AS, yang turun lagi pasca data inflasi harga produsen melansir angka yang rendah. Yield UST-10Y kini ada di 4,25%. Seharusnya penurunan imbal hasil Treasury menjadi sentimen yang baik bagi rupiah. Namun, hari ini mungkin terjadi sebaliknya.
Data inflasi harga konsumen dan produsen AS yang rendah memang mendorong imbal hasil turun. Akan tetapi, dolar diuntungkan karena prospek inflasi memitigasi dampak penurunan yield yang lebih rendah tersebut.
Seperti diketahui, mata uang dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang mempengaruhi nilai riil sebuah valuta. Di Amerika, ekspektasi inflasi sebenarnya sudah turun, tecermin dari penurunan di pasar swap inflasi tanpa kupon yang turun 15 bps pada Rabu lalu.
Akan tetapi, pada saat yang sama, penurunan swap suku bunga gagal mengimbangi penurunan ekspektasi inflasi di mana berdasarkan dot plot FOMC The Fed, bunga acuan kemungkinan hanya turun satu kali tahun ini. Alhasil, ekspektasi terhadap suku bunga riil di AS tetap tinggi dan membuat the greenback di atas angin.
Pagi ini, selain masih mencerna sentimen pasar yang berbalik menekan, pelaku pasar juga menanti hasil keputusan Bank of Japan terkait arah kebijakan moneter ke depan.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah masih ada berpotensi menguat meski terbatas dengan target terdekat menuju Rp16.250/US$ yang merupakan area resistance trendline channel dengan target penguatan selanjutnya di Rp16.220/US$.
Apabila berhasil break resistance tersebut, berpotensi menguat lanjutan dengan menuju level Rp16.200/US$ sebagai resistance terkuatnya, juga Rp16.150/US$ yang belum pernah tersentuh pada Juni 2024 ini.
Jika nilai rupiah terjadi pelemahan hari ini, support menarik dicermati pada level Rp16.300/US$ dan selanjutnya Rp16.340/US$ sebagai area support terkuat.
(rui)