Logo Bloomberg Technoz

"Petani kecil yang memiliki atau mengoperasikan hampir separuh lahan budi daya kelapa sawit di seluruh Nusantara juga memainkan peran yang sangat penting dalam transformasi industri melalui sertifikasi," tuturnya. 

Ilustrasi petani sawit melakukan panen (Joshua Paul/Bloomberg)

ISPO dan RSPO pada dasarnya memiliki pendekatan yang tidak terlalu berbeda dalam mengikutsertakan lebih banyak petani kecil dalam sertifikasi mereka. Namun, penerapannya di lapangan berbeda karena kemampuan auditor atau surveyor dalam menginterpretasikan prinsip dan kriteria masing-masing.

Faisol menjelaskan harmonisasi kedua skema sertifikasi ini akan memberikan ketertelusuran rantai pasokan yang komprehensif dan kuat yang akan bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan industri, yakni pemerintah, perusahaan, petani kecil, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam memastikan keberlanjutan produk minyak sawit Indonesia.

Harmonisasi keduanya juga merupakan upaya merespons kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia di pasar ekspor, khususnya pasar Global North.

Untuk melakukannya, kedua sertifikasi harus menyelaraskan standar mereka untuk lebih mengakomodasi dan mencerminkan peraturan Indonesia dan norma  dan prinsip yang diakui secara global yang mengatur keberlanjutan minyak sawit.

"Tuntutan untuk ketertelusuran muncul dari meningkatnya permintaan dari konsumen akan bukti keberlanjutan dalam produk pertanian dan makanan yang mereka konsumsi. Kesadaran untuk menerapkan prinsip keberlanjutan di dalam keseharian membuat prinsip ini menjadi aspek mendasar dari setiap skema sertifikasi berkelanjutan di sektor pertanian pangan, termasuk minyak sawit," papar Faisol.

Ketertelusuran dapat memverifikasi klaim keberlanjutan tertentu yang dibuat oleh perusahaan atau skema sertifikasi mana pun, membantu memastikan praktik pertanian yang baik dan menghormati masyarakat dan lingkungan di sepanjang rantai pasokan.

Minyak kelapa sawit mentah (CPO) melesat ke level tertinggi dalam dua pekan terakhir (Bloomberg)

Penelitian CIPS terbaru merekomendasikan, ada beberapa perubahan terhadap Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 38/2020 yang dapat dilakukan untuk mengakomodasi lebih banyak petani swadaya dan meningkatkan serapan mereka ke dalam sertifikasi ISPO.

Seperti membuat standar yang dapat disesuaikan dengan konteks lokal masing-masing daerah penghasil minyak sawit dan membuka kemungkinan untuk harmonisasi lebih lanjut dengan standar RSPO global yang diakui di pasar minyak sawit global.

Pertama, dalam konteks legalitas lahan, pengelolaan dan kepatuhan terhadap peraturan, ISPO dapat mengikuti fleksibilitas standar RSPO dengan mengakui surat pernyataan/sumpah dari kepala desa sebagai bukti kepemilikan tanah.

Sementara itu, jika petani kecil tidak membawa sertifikat tanah (SHM) saat audit sertifikasi, mereka dapat diizinkan untuk menggunakan surat dari Dinas Perkebunan setempat selama audit jika dokumen STDB dan SPPL mereka masih dalam proses.

Kedua, Pasal 11 Ayat 2 mengatur bahwa petani kecil dapat mengajukan sertifikasi ISPO secara individu atau kelompok (Gapoktan, koperasi). Namun, dalam Prinsip 2 tentang penerapan praktik pertanian yang baik, petani kecil dianggap tidak memenuhi syarat untuk sertifikasi jika dia tidak dapat menunjukkan bahwa dia adalah anggota dari/mendirikan koperasi atau kelompok petani kecil lainnya.

"Jika pemerintah bertujuan untuk mengorganisasi praktik petani kelapa sawit di dalam negeri menjadi koperasi daripada individu untuk tujuan ketertelusuran, klausul ini harus konsisten dengan principles and criteria dari RSPO," ujar Faisol.

(rez/wdh)

No more pages