Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengeluhkan anggaran Kementerian Perdagangan yang kian turun dari tahun ke tahun, termasuk untuk 2025, sehingga memberatkan tugas untuk memacu kinerja ekspor.
Menurutnya, pemotongan anggaran di kementeriannya tersebut, diduga lantaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan anggaran untuk pemerintahan baru agar lebih kokoh.
"Tentu itu bagus, menyiapkan anggaran agar pemerintahan baru nanti kuat, anggarannya kokoh, itu fondasinya kuat. Namun, ya kita tetap berharap jangan sampai mengganggu tujuan untuk meningkatkan ekspor kita ke berbagai macam negara," kata Zulhas -panggilan Zulkifli- di kompleks Parlemen, Kamis (13/6/2024).
Untuk diketahui, pagu indikatif Kemendag yang ditetapkan oleh Kemenkeu untuk Tahun Anggaran 2025 adalah Rp1,65 triliun, turun Rp308 miliar (15,67%) dari 2024.

"Dahulu anggaran kemendag itu 2021 Rp3,2 triliun, 2022 turun jadi Rp2,4 triliun, 2023 turun jadi Rp2,1 triliun, 2024 turun dari Rp2 triliun, sekarang turun lagi Rp1,6 triliun. Jadi kalau dari 2021 sampai sekarang sudah turun 50%, separuh gitu ya," kata Zulhas.
"Itu tidak mudah ya, karena kita ada ditargetkan untuk menggenjot ekspor kan," jelasnya. Terlebih, lanjut Zulhas anggaran untuk promosi dan kegiatan perdagangan lainnya terpotong secara signifikan.
Meski demikian, Zulhas tetap menekankan bahwa pentingnya strategi promosi dan lobi untuk menggenjot ekspor.
"Sebetulnya kan kita ini promosi penting, lobi-lobi penting, marketing penting, business matching penting. Utusan-utusan, usaha-usaha kita ke implementasi ini penting. Kalau enggak ya bagaimana orang mau kenal kita?" tekannya.
"Namun, sekali lagi dengan anggaran yang terbatas kita akan berbuat yang terbaik, itu aja. Ya kita dengan berbagai cara nanti, walaupun terbatas kita juga enggak mengeluh," ungkapnya.
Adapun, sebelumnya dalam Rapat Kinerja dengan Komisi VI DPR RI, Zulhas juga telah menekankan bahwa penambahan anggaran itu diperlukan untuk menggenjot target ekspor.
"Kita ini kan mau ekspor, kita ini mau bersaing dengan negara lain, kita mau meningkatkan ekspor. Sementara kita punya ekspornya meningkat apa lagi sekarang diminta untuk mengembangkan dari negara tradisional," tuturnya.
Sekadar catatan, kinerja perdagangan RI masih mencatatkan surplus hingga April 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor April mencapai US$16.06 miliar, naik 4,62% secara tahunan. Sementara itu, ekspor bulan tersebut mencapai US$ 19,62 miliar.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 3,56 miliar. Lebih tinggi dari perkiraan pasar yakni US$ 3,15 miliar.
Neraca perdagangan telah membukukan surplus selama 48 bulan beruntun. Kali terakhir neraca perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020.
Dalam 20 tahun terakhir, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua. Hanya kalah dari Februari 2004—Maret 2008 atau 50 bulan beruntun.
(prc/wdh)