"Itu tidak mudah ya, karena kita ada ditargetkan untuk menggenjot ekspor kan," jelasnya. Terlebih, lanjut Zulhas anggaran untuk promosi dan kegiatan perdagangan lainnya terpotong secara signifikan.
Meski demikian, Zulhas tetap menekankan bahwa pentingnya strategi promosi dan lobi untuk menggenjot ekspor.
"Sebetulnya kan kita ini promosi penting, lobi-lobi penting, marketing penting, business matching penting. Utusan-utusan, usaha-usaha kita ke implementasi ini penting. Kalau enggak ya bagaimana orang mau kenal kita?" tekannya.
"Namun, sekali lagi dengan anggaran yang terbatas kita akan berbuat yang terbaik, itu aja. Ya kita dengan berbagai cara nanti, walaupun terbatas kita juga enggak mengeluh," ungkapnya.
Adapun, sebelumnya dalam Rapat Kinerja dengan Komisi VI DPR RI, Zulhas juga telah menekankan bahwa penambahan anggaran itu diperlukan untuk menggenjot target ekspor.
"Kita ini kan mau ekspor, kita ini mau bersaing dengan negara lain, kita mau meningkatkan ekspor. Sementara kita punya ekspornya meningkat apa lagi sekarang diminta untuk mengembangkan dari negara tradisional," tuturnya.
Sekadar catatan, kinerja perdagangan RI masih mencatatkan surplus hingga April 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor April mencapai US$16.06 miliar, naik 4,62% secara tahunan. Sementara itu, ekspor bulan tersebut mencapai US$ 19,62 miliar.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 3,56 miliar. Lebih tinggi dari perkiraan pasar yakni US$ 3,15 miliar.
Neraca perdagangan telah membukukan surplus selama 48 bulan beruntun. Kali terakhir neraca perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020.
Dalam 20 tahun terakhir, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua. Hanya kalah dari Februari 2004—Maret 2008 atau 50 bulan beruntun.
(prc/wdh)