Guterres menulis dalam laporan tersebut, "Perang Israel-Hamas menyajikan skala dan intensitas pelanggaran berat terhadap anak-anak yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan permusuhan yang menyebabkan peningkatan pelanggaran berat sebesar 155%." PBB mengatakan baik tentara Israel maupun sayap militer Hamas, serta Jihad Islam Palestina, tidak berbuat cukup untuk melindungi anak-anak di Gaza.
PBB mencatat bahwa laporan tersebut "tidak mewakili seluruh skala pelanggaran terhadap anak-anak, tetapi memberikan tren yang diverifikasi oleh PBB." Untuk memeriksa pelanggaran yang dilaporkan, PBB bergantung pada mekanisme pemantauan dan pelaporan yang mengharuskan pemantau lokal untuk memverifikasi klaim secara independen.
Laporan tahunan PBB ini mengamati kasus-kasus kekerasan terhadap anak di bawah 18 tahun dalam konflik di seluruh dunia. Ini adalah pertama kalinya Israel dan Hamas dimasukkan ke dalam apa yang disebut "daftar hitam" pelaku "pelanggaran berat" terhadap anak-anak dalam 20 tahun lebih laporan tersebut disampaikan kepada Dewan Keamanan.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, yang sangat kritis terhadap organisasi tersebut, mengatakan pekan lalu bahwa memasukkan Israel ke dalam laporan itu adalah "keputusan tidak bermoral."
Menurut seorang pejabat senior PBB yang tidak ingin disebutkan namanya, Israel telah menyatakan beberapa hari sebelum diberi tahu tentang keputusan tersebut bahwa mereka bermaksud bekerja sama dengan PBB dalam mencegah kekerasan terhadap anak-anak. Sejak saat itu, Israel bungkam tentang masalah ini, kata orang tersebut. Misi Israel di PBB tidak menanggapi permintaan komentar pada Rabu (12/06/2024).
PBB juga memasukkan daftar hitam pasukan bersenjata Sudan karena membunuh dan melukai anak-anak serta menyerang sekolah dan rumah sakit. Begitu juga dengan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces) untuk alasan yang sama, serta karena mereka telah merekrut anak-anak dan melakukan kekerasan seksual.
PBB memverifikasi pembunuhan sekitar 500 anak di Sudan tahun lalu. Pejabat PBB mengatakan organisasi tersebut khawatir "puluhan ribu" kasus lain terkait kekerasan terhadap anak-anak mungkin muncul begitu para ahli dapat memverifikasi laporan yang tertunda.
(bbn)