"Ada perintah extraordinary oleh kabinet dan presiden atas nama negara untuk mengambil sebuah langkah yang extraordinary atau diskresi," ujar SYL.
Dalam persidangan, SYL berkukuh telah memberikan konstribusi besar sebagai menteri pertanian dalam mencegah bencana pangan pada masa pandemi dan el Nino. Akan tetapi, dia sama sekali tak menyebutkan secara detil apa yang dilakukan dan apa dampaknya dalam krisis pangan pada periode tersebut.
"Untuk kepentingan 287 juta orang makanan yang terancam, terus ada diskresi yang diperintahkan dan itu terjadi, apakah itu bisa diabaikan dalam pendekatan pidana saja?" kata SYL.
Sebelumnya, sebagai Ahli, Agus memaparkan memang ada kondisi khusus yang memungkinkan sebuah hukum materiil menjadi hilang. Hal ini merujuk pada kasus pidana yang terjadi demi hal lain yang lebih besar seperti keadilan, kepatutan, dan kepentingan umum.
Dalam kasus ini, KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan dan penerimaan gratifikasi sebesar Rp44,5 miliar selama 2020-2023. Dalam persidangan, uang-uang tersebut ternyata digunakan SYL dan keluarganya untuk liburan ke luar negeri, membeli mobil, membiayai perawatan kecantikan, membeli tiket, membayar ART, hingga acara sunatan.
SYL sendiri sempat meminta Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin menjadi saksi meringankan di PN Tipikor Jakarta. Akan tetapi, keduanya menilai kasus korupsi SYL tak relevan karena bersifat pribadi; atau bukan atas perintah dan kepentingan pemerintah.
(fik/frg)