“Prinsipnya gini, seperti yang waktu itu pak (Zulkifli Hasan) Mendag dan pak Teten (Masduki, Menteri Koperasi UKM) sudah sampaikan, yang namanya media sosial nggak boleh jualan. Sudah kita praktikkan langsung, kita hentikan kegiatannya karena memang tidak boleh,” papar dia.
“Tentang Temu, saya belum dengar, makanya saya akan cek dulu. Kalau misalnya ada hal–hal demikian kita akan follow up.”
Siapakah Temu, Aplikasi Belanja Online Cross Border?
Temu, yang didirikan Colin Huang tahun 2015, mampu menyita perhatian konsumen di 40 negara dunia sebagai platform perdagangan digital cross border. Menurut Teten, Temu akan masuk Indonesia cepat atau lambat namun dengan posisi lebih kuat dari TikTok, yang sempat menimbulkan pro kontra saat membuka layanan commerce dan klaim mematikan usaha pelaku UMKM.
“Nah, ini yang saya khawatir ada satu lagi, satu aplikasi digital cross border yang akan saya kira akan masuk ke kita ini lebih dahsyat daripada TikTok,” jelas Teten, belum lagi kini produk China terus masuk ke dalam negeri lewat saluran aplikasi digital lokal.
Platform e–commerce dari PDD Holdings Inc ini, lanjut Teten, mengusung konsep perdagangan cross border atau dari luar negeri. Ringkasnya platform yang bisa mengirimkan barang dari pabrik China atas permintaan konsumen dalam negeri.
Konsekuensinya tak ada lagi namanya kembali dijual "reseller" atau perantara ketiga atau biasa disebut afiliator. Ini yang dinilai sangat berbahaya bagi UMKM Indonesia, klaim Teten.
“Karena ini terhubung menghubungkan factory direct kepada konsumen. Jadi nanti langsung, dari ratusan pabrik akan masuk ke konsumen, jadi akan ada berapa banyak lapangan distribusi akan hilang,” pungkas dia.
Pinduoduo, induk Temu, menjanjikan kemudahan dan pengalaman baru berbelanja online. Temu akan menawarkan konsep grup belanja atas sesama anggota keluarga. Semakin banyak orang membelanjakan produk dalam tautan yang sama, maka semakin rendah harga barang tersebut.
Strategi ini sukses meningkatkan angka kunjungan dan transaksi. Semakin banyak orang mengirimkan tautan atau link mengenai barang yang mereka belanjakan kepada teman ataupun saudara melalui media sosial.
Setiap barang yang ingin dibeli memiliki jumlah minimal orang untuk bisa memenuhi syarat pembelian. Jika jumlah tersebut tidak terpenuhi dalam 24 jam, pembelian dalam grup tersebut dibatalkan. Dana yang telah dijanjikan untuk membeli dan membayar, akan dikembalikan.
Dari seluruh transaksi Pinduoduo mendapat komisi, serta lewat iklan yang tayang. Begitulah cara perusahaan yang telah terdaftar di bursa saham Amerika Serikat, Nasdaq pada Juli 2018 ini mendapatkan uang. Hingga akhir tahun lalu valuasi pasar Pinduoduo telah mencapai US$58,2 miliar, meski di China Temu masih kalah pamor dari Alibaba atau JD.com.
Namun Pinduoduo tahun 2019 memiliki 585,2 juta pengguna aktif atau melakukan setidaknya satu pembelian melalui platform tersebut setiap tahun. Dibandingkan dengan pesaingnya, JD.com memiliki 362 juta pelanggan pada waktu yang sama, dan Alibaba mengklaim 711 juta pelanggan aktif.
(prc/wep)