Jerry menggarisbawahi syarat pertek tersebut bukan berasal dari Kemendag, melainkan ditetapkan oleh Kemenperin. Untuk itu, diperlukan sinergitas antara kedua kementerian tersebut maupun lembaga terkait untuk menengahi isu tersebut.
"Pertimbangan teknis itu bukan dari Kementerian Perdagangan. Kalau produk tekstil itu, betul, masih membutuhkan pertek. Kalau pertimbangan teknis bukan dari Kemendag, bisa cek dari mana, kalau itu sudah beres, sudah selesai prosesnya baru diajukan ke kita, baru kita approve persetujuan impor, itu alurnya seperti itu, jadi kami [Kemendag] itu adalah kementerian yang di ujung," jelas Jerry
"Ketika syarat-syarat teknis sudah selesai, diajukan ke kami, nah kami bisa lakukan approval itu. Nah ini tentunya harus sinergi antar-K/L, enggak bisa kerja sendiri, perlu koordinasi, komunikasi, sinergi yang paling penting, supaya enggak miskomunikasi, jadi semua yang sudah disepakati, yang sudah dipenuhi syaratnya, baru dilakukan prosesnya di Kemendag," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta menilai diterbitkannya Permendag No. 8/2024 justru makin membuat industri TPT subsektor benang filamen kian terpuruk.
"Bahwa akhirnya Permendag No. 8/2024 hadir, [harapan pulih] itu buyar lagi. Jadi kondisinya di industri filamen itu masih sama, utilisasinya baru 45%," kata Redma saat dihubungi, Rabu (22/5/2024).
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan sebelum diterapkannya Permendag No. 36/2023 secara efektif mulai 10 Maret 2024, kondisi industri filamen sedang tidak baik-baik saja, akibat situasi global dan pandemi Covid-19 yang sempat membuat beberapa produsen benang goyah dan babak belur.
Namun, dengan diberlakukannya Permendag No. 36/2023 pada Maret, Redma mengatakan situasi di industri TPT mulai menemui titik terang pemulihan, khususnya bagi pelaku industri serat dan benang filamen yang nyaris terpuruk.
"Setelah [Permendag No. 36/2023] ini berlaku, sebenarnya pada Maret itu kita ada harapan. Karena demand di hilir itu mulai bagus," jelasnya.
"Kalau hilirnya baik, maka ke hulunya juga akan baik. Industri benang filamen, kita proyeksikan 2 sampai 3, maksimal 4 bulan, saat itu akan kembali normal. Jadi ada harapan itu. Jadi dengan [adanya syarat] pertek [pertimbangan teknis] itu berlaku, ada harapan perbaikan lagi [bagi industri TPT]," sambungnya.
Akan tetapi, tahun ini Kementerian Perdagangan justru melakukan relaksasi dengan mengubah Permendag No. 36/2024 tersebut sebanyak tiga kali dalam rentang 2 bulan.
Dalam kebijakan terkini, Permendag No. 8/2024, Redma mengatakan regulasi soal mekanisme arus barang yang terdampak lartas impor direlaksasi, yang membuat importasi beberapa komoditas manufaktur —yang berpotensi mengganggu industri serat filamen— menjadi makin mudah.
(prc/wdh)