Dia pun menekankan kesepakatan dagang internasional menjadi penting untuk Indonesia saat ini, dalam menunjang kinerja ekspor.
Melalui pakta dagang, lanjutnya, ekspor Indonesia diuntungkan dengan pembebasan tarif bea masuk, serta efisiensi terkait dengan standar internasional.
“Untuk itu, ini adalah bentuk pemerintah memastikan perjanjian dagang tidak hanya di satu kawasan. Bisa dicek dari perjanjian yang kita punya, ada di semua benua; Asia, Australia, Eropa, hingga Amerika,” lanjutnya.
Masuk OECD
Lebih lanjut, Jerry mengatakan kinerja ekspor akan makin diuntungkan jika Indonesia berhasil masuk Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Saya pernah mendampingi Menko [Perekonomian Airlangga Hartarto], kami meeting OECD di Paris dan kita dapat dukungan luar biasa dari semua negara di sana. Bahkan, banyak negara menyatakan dukungan baik secara politik maupun teknis. Ini yang kami harapkan menjadi modal dasar supaya Indonesia bisa punya power,” tuturnya.
Sekadar catatan, kinerja perdagangan RI masih mencatatkan surplus hingga April 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor April mencapai US$16.06 miliar, naik 4,62% secara tahunan. Sementara itu, ekspor bulan tersebut mencapai US$ 19,62 miliar.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 3,56 miliar. Lebih tinggi dari perkiraan pasar yakni US$ 3,15 miliar.
Neraca perdagangan telah membukukan surplus selama 48 bulan beruntun. Kali terakhir neraca perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020.
Dalam 20 tahun terakhir, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua. Hanya kalah dari Februari 2004—Maret 2008 atau 50 bulan beruntun.
(wdh)