"Sementara ini kita bergantung beras impor dari Vietnam, Thailand. Jadi [dengan akuisisi di Kamboja] itu, kalau sewaktu-waktu kita butuh beras, karena kita punya lahan yang sudah diatur dahulu di Kamboja, sehingga bisa memudahkan untuk [stok] itu," jelasnya.
Ide serupa, lanjutnya, juga pernah diusulkan untuk kebutuhan daging sapi dengan mengakuisisi perusahaan di Selandia Baru atau Australia, meskipun pada akhirnya tidak berhasil. "Saya kira baru tahap wacana. Dalam pelaksanaannya saya kurang begitu yakin ini akan sukses," ucapnya berkaca pada kasus tersebut.
Gejolak Harga
Lebih lanjut, Profesor Peneliti dari Center of Reform on Economics (Core) ini juga memaparkan bahwa dengan akuisisi ini pemerintah bisa mendapat kepastian pasokan. Terlebih, ketika terjadi guncangan harga beras di tingkat internasional.
"Kita akan mendapat kepastian pasokan. Ketika kita mengelola di negara lain, kita mendapat kepastian pasokan. Karena nanti beras yang diproduksi kan langsung menjadi milik kita. Lalu ketika terjadi guncangan harga beras di tingkat internasional, Thailand dan Vietnam katakanlah menahan berasnya, kita masih punya stok beras di Kamboja."
Meski demikian, Dwi kembali menekankan hal yang lebih penting adalah meningkatkan produksi beras dalam negeri. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor beras dan memastikan ketahanan pangan nasional.
Per Kamis pagi ini pukul 10:00 WIB, data Panel Harga Bapanas menunjukkan rerata nasional harga beras premium di tingkat perdagangan eceran bertengger di Rp15.430/kg, stabil dibandingkan dengan pekan lalu. Sementara itu, beras medium Rp13.340/kg, turun 0,37% dari pekan lalu.
Bagaimanapun, nilai tersebut juga tercatat masih di atas harga eceran tertinggi (HET) baru yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp14.900/kg untuk beras premium dan Rp12.500/kg untuk beras medium di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan.
Diberitakan sebelumnya, Bulog telah mengonfirmasi terkait rencana pemerintah tersebut.
Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi menyebut perusahaan yang dipimpinnya siap menjalankan arahan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk investasi bidang pangan (beras) dengan Kamboja.
“Pada dasarnya kami siap melaksanakan penugasan tersebut. Kami juga telah melakukan komunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di PnomPenh dan dengan beberapa pelaku usaha beras di Kamboja dan negara sekitarnya,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (12/6/2024).
Bayu juga mengungkapkan sejauh ini Bulog juga sudah melakukan kerja sama perdagangan beras dengan Kamboja baik dengan skema business to business (B2B) maupun government to government (G2G) pada 2023 dan awal 2024.
"Kami juga telah melakukan pembicaraan awal dengan perbankan nasional terkait dengan peluang investasi tersebut," jelas Bayu.
Adapun, secara khusus di sela acara peringatan ulang tahun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Senin (10/6/2024), Presiden Jokowi, membenarkan rencana untuk mengarahkan akuisisi perusahaan BUMN ke pasar internasional, termasuk Pertamina ke Brasil dan Bulog ke Kamboja.
Ekspansi perusahaan pelat merah ke luar negeri, menurut Jokowi adalah hal biasa. Apalagi bila langkah yang dilakukan dapat menguntungkan perusahaan sekaligus negara.
"Itu proses bisnis yang akan dilakukan oleh Bulog sehingga memberikan kepastian stok cadangan beras, negara kita dalam posisi stok yang aman. Daripada beli, ya lebih bagus investasi," jelasnya.
(prc/wdh)