Sementara itu, pada tahun 2025-2027 tercatat utang yang jatuh tempo terbilang cukup tinggi yakni berada di sekitar Rp800 triliun setiap tahunnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjelaskan bahwa tingginya utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025-2027 sangat dipengaruhi pada masa pandemi Covid-19.
Sebab, saat itu pemerintah melakukan kebijakan burden sharing untuk menutup defisit APBN. Burden sharing merupakan kebijakan yang dilakukan BI untuk mencetak uang dengan membeli Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah, di mana uang utang itu digunakan pemerintah untuk membiayai APBN agar perekonomian tetap berjalan.
Ia mengungkap, SUN tersebut karena diterbitkan pada 2020, maka maksimum jatuh temponya rata-rata berada di kisaran 7 tahun, yakni pada tahun 2027. Namun, beberapa di antaranya sudah mulai jatuh tempo pada 2025.
“Ini yang kemudian menimbulkan persepsi banyak sekali utang menumpuk, karena itu adalah biaya pandemi yang kami mayoritas kami gunakan surat utangnya berdasarkan agreement [kesepakatan] waktu itu,” ungkap Sri Mulyani.
Ia menyebut, saat itu itu pemerintah harus menambahkan Rp1.000 triliun untuk belanja tambahan. Padahal penerimaan negara turun hingga 19% karena pembatasan yang dilakukan. Pada akhirnya, menyebabkan defisit anggaran pada tahun 2020 melonjak menjadi 6,34% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan begitu, ia mengklaim bahwa utang-utang tersebut tidak akan menjadi masalah bagi Indonesia, selama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perekonomian, dan iklim politik Indonesia tidak mengalami guncangan.
Ia mengatakan para pelaku pasar menjadikan tiga faktor tersebut sebagai landasan untuk menentukan tingkat risiko pada investasi yang dilakukannya pada SBN. Sehingga,saat utang tersebut memasuki masa jatuh tempo maka surat utang tersebut akan revolving atau berkembang dan para pemegang SBN RI tidak akan melepas surat utang tersebut.
“Karena market beranggapan oh negara ini akan tetap sama, sehingga jatuh temponya seperti 2025, 2026, 2027 yang kelihatannya tinggi itu tidak jadi masalah," ujar Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6/2024).
(azr/lav)