Adapun, pelemahan ICP terjadi sebesar 20% dari US$97/barel dalam RKAP 2023 menjadi US$78/barel.
Selain itu, besaran dividen ditentukan berdasarkan keputusan oleh pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada 2023, setoran dividen tidak dipatok terlalu besar mengingat belanja modal atau capital expenditure (capex) Pertamina yang mencapai Rp100 triliun pada 2023.
“Jadi dipertahankan cash di Pertamina karena kemarin capex kita Rp100 triliun. Kebijakan pemegang saham, cash di-retain di Pertamina. Dengan working capital demikian besar, dividen diharapkan tidak terlalu besar tetapi harus tetap ada dividen, itu kebijakan pemegang saham, ujarnya.
Pertamina juga melaporkan laba bersih total setelah pajak sebesar US$4,44 miliar atau setara Rp72 triliun pada 2023. Angka ini mengalami peningkatan 17% dibandingkan dengan US$3,81 miliar pada 2022.
"Laba bersih meningkat dari 2022 sebesar US$3,81 miliar menjadi US$4,44 miliar atau ekuivalen Rp62 triliun, ini laba entitas induk, kalau laba total Rp72 triliun," ujar Emma.
Kendati demikian, pendapatan perseroan mengalami penurunan 11% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi US$75,79 miliar pada 2023. Adapun, perseroan mencatat pendapatan sebesar US$84,89 miliar pada 2022.
(dov/wdh)