Anggota DPR sebelumnya keras menegur Kominfo karena memberi 'karpet merah' untuk Starlink. Penyelesaian izin penyelenggara telekomunikasi juga diduga begitu cepat.
“Orang menganggap Starlink itu seperti disiapkan karpet merah. Tentu kita tak menutup mata soal perkembangan teknologi media tapi kalau terlalu dimanja tentu bisa mengancam perusahaan lokal,” kata Anggota Komisi I DPR Jazuli Jumaini dari Fraksi PKS.
Rizki Aulia dari Fraksi Demokrat dalam rapat yang sama menegaskan, “Kalau ada investasi ke negara kita untuk memberikan akses internet cepat dan terjangkau, tentu dengan prinsip keadilan yang ditegakkan.”
Dalam awal tanggapan, Nurul Arifin, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar langsung menyoroti Starlink. Ia menekankan sebaiknya eksistensi Starlink difokuskan di wilayah yang belum terjangkau internet, bukan masuk ke layanan ritel secara bebas tanpa batasan area.
“Menjadi pro dan kontra, sikap Kominfo untuk ini bagaimana (pengoperasian Starlink Indonesia) ? Apakah sudah dipelajari baik yang pro atau yang kontra?” tutur dia.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif, sebelumnya mengingatkan bahwa bagaimanapun telekomunikasi merupakan objek vital dan dugaan kemudahan Starlink hadir di Indonesia turut menjadi persoalan.
“Apalagi terkait infrastruktur telekomunikasi yang kita lihat sudah menjadi sebuah infrastruktur vital juga, apakah semuanya mau diserahkan kepada asing?” jelas dia.
Penerapan diskon atas perangkat dari Rp7,8 juta diduga mendorong terjadinya perang harga (predatory pricing). Ine Minara S. Ruky, akademisi dari Universitas Indonesia (UI) menjabarkan bahwa predatory pricing bermula dari niat untuk mematikan pesaing. Pelaku predatory pricing kerap menetapkan harga di bawah biaya produksi, sehingga praktik ini tidak melulu soal lebih murah atau membandingkan satu hari di suatu tempat dengan lainnya.
Ine menyampaikan pandangannya dalam forum diskusi yang diadakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta. Hadir pula beberapa serikat pelaku bisnis terkait seperti Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), serta Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) dan perwakilan Starlink Indonesia.
Hal lain bagaimana sebuah entitas bisnis punya kekuatan dalam memonopoli pasar, bahkan menaikkan harga demi menutup kerugian pada masa predatory, terang dia, tanpa mengalamatkan pernyataan itu pada Starlink Indonesia.
Starlink Indonesia memastikan bahwa seluruh kebijakan dan ketentuan internasional telah mereka penuhi, termasuk menjalankan segala kewajiban, terang kuasa hukum PT Starlink Services Indonesia.
(wep/roy)