Namun, Sri Mulyani menegaskan hal tersebut memang dapat dipresentasikan tetapi tidak saat penyampaian nota keuangan 2025. Sebab tax ratio 23% sangat sensitif bagi masyarakat dan pengusaha, karena bisa saja diartikan sebagai pertanda bahwa pemerintah akan menggencarkan penarikan pajak untuk capai besaran itu.
“Saya tidak minta dikaitkan dengan nota keuangan 2025 karena nanti menimbulkan ekspektasi market atau berbagai pihak, namun saya memahami keinginan dan saya juga setuju tax ratio kita perlu terus ditingkatkan,” lanjutnya.
Pada akhirnya, Komisi XI DPR RI sepakat untuk menghilangkan target atau angka yang terkait dengan tax ratio. Dengan begitu, berdasarkan dokumen keputusan rapat itu diputuskan bahwa “ DJP menyampaikan analisis kebijakan dan roadmap target tax ratio yang lebih tinggi’.
Seperti diketahui, Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam visi-misinya memiliki target untuk meningkatkan penerimaan yang bersumber dari pajak dan penerimaan bukan pajak (PNBP) hingga sebesar 23%.
Berdasarkan dokumen visi-misinya, Prabowo ingin meningkatkan anggaran pemerintah dari sisi penerimaan untuk membiayai pembangunan yang sebagian dananya berasal dari anggaran pemerintah.
“Untuk itu, negara membutuhkan terobosan konkret dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri. Pendirian Badan Penerimaan Negara ditargetkan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 23%,” sebut dokumen visi-misi Prabowo-Gibran.
(azr/lav)