Menurut dia, APBN turut hadir dalam Program Tapera, bahkan ada yang dikombinasikan dengan anggaran milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Beberapa di antaranya yakni, anggaran untuk bantuan uang muka, anggaran dana untuk subsidi bunga, dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk likuiditas bank yang pada akhirnya perbankan dapat memberikan kredit secara murah kepada MBR.
“APBN sebenarnya sudah, dan dana ini tidak hilang. Seperti yang FLPP sendiri itu capai Rp105 triliun, itu masih akan terus bergulir. Kalau masyarakat bisa mencicil 18 tahun bisa menjadi lebih pendek, mereka pendapatan naik maka pendapatan bisa bergulir untuk MBR yang lain,” jawab Sri Mulyani dalam rapat itu.
Ia menyebut bahwa APBN sejak 2015 hingga 2024 telah membiayai sektor perumahan bagi MBR sebesar Rp228,9 triliun. Angka tersebut didapat dari besaran pembiayaan yang menyasar sektor perumahaan yakni pada tahun 2016 Rp15,52 triliun, tahun 2017 Rp18 triliun, tahun 2019 Rp18,81 triliun, 2020 Rp24,19 triliun, 2021 Rp28,95 triliun, 2022 Rp34,15 triliun, 2023 Rp31,88 triliun dan 2024 Rp28,25 triliun.
“Sangat besar kalau dibandingkan dengan 3%, seperti yang disampaikan Bu Casytha menurut estimasi mereka akan kumpulkan sampai Rp50 triliun sampai 10 tahun yang akan datang apabila dilaksanakan,” ucap Sri Mulyani.
Meskipun begitu, ia tetap mengakui terdapat kebijakan yang perlu diperbaiki salah satunya merupakan mahalnya harga rumah itu sendiri dan juga kriteria MBR yang maksimal pendapatannya Rp8 juta.
“Jadi kami ingin menerangkan, saya memahami beban-beban [masyarakat] dan oleh karena itu APBN ingin mengurangi beban berbagai cara kalau dari perumahan tadi lebih Rp228 triliun yang sudah dimasukan dan sekarang dana FLPP sudah lebih dari Rp105 triliun yang memutar jadi Rp167 triliun bagi MBR,” katanya.
(azr/lav)