Hal itu merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah setelah diterbitkannya Undang-Undang Harmonisasi Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), yakni dalam aspek pembiayaan yang kreatif.
Sedangkan pada aspek collecting more atau meningkatkan penerimaan, ia menyebut memiliki fokus pada peningkatan kualitas pajak dan retribusi daerah. Pertama, dengan mendorong daerah menurunkan administrasi dan biaya kepatuhan perpajakan (compliance cost) melalui restrukturisasi jenis pajak dan rasionalisasi retribusi.
Kedua, memperluas basis pemungutan pajak secara terukur dan melakukan penyesuaian tarif. Hingga menggencarkan sinergitas pemerintah dalam pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Selanjutnya, pada aspek spending better atau belanja yang lebih baik, Sri Mulyani menekankan pada transfer ke daerah yang berbasis kinerja yakni dicapai dengan beberapa aspek. Pertama, dana alokasi umum yang diarahkan penggunaannya untuk pencapaian standar pelayanan minimal daerah.
Kedua, alokasi DBH yang mempertimbangkan kinerja daerah. Ketiga, insentif bagi daerah dan desa yang berkinerja baik. Hingga, penyaluran dana dari pemerintah pusat yang berbasis kinerja.
“Insentif daerah dengan reward desa kinerja baik dan penyaluran berbasis kinerja sehingga pemda hingga desa paham transfer bukan transfer block grant yang jadi hak tapi untuk menunjukkan kemampuan kinerjanya,” tutur Sri Mulyani.
Terakhir, Sri Mulyani juga menyebut bahwa harmonisasi fiskal dengan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan (KEM-PPKF) yang diterbitkan pemerintah pusat harus dimaksimalkan oleh pemerintah daerah.
“Kami susun kerangka manajemen risiko fiskal, Indonesia negara yang cukup baik dalam susun risiko fiskal di tingkat pusat. Di daerah karena belum banyak daerah yang utang ini risikonya terjaga,” pungkasnya.
(azr/lav)