Pada awal tahun ini, Apsfyi memproyeksikan jumlah serapan tenaga kerja di industri TPT mencapai kurang lebih 100.000 pekerja pada semester I-2024, dan sampai akhir tahun diharapkan mencapai 500.000 pekerja.
Namun, seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, pada medio Mei, proyeksi tersebut berubah. Menurutnya, permendag tersebut justru makin membuat industri TPT subsektor benang filamen kian terpuruk.
"Dengan Permendag 8, proyeksinya bukan lagi PHK, tetapi akan ada banyak pabrik yang tutup karena sebagian besar karyawannya sudah di PHK sepanjang 2023," jelasnya.
"Saya kira total akan sampai 1,5 juta [pekerja ter-PHK] jika pemerintah masih pro terhadap importir," tegasnya.
Pada kesempatan sebelumnya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Redma mengatakan bahwa dengan diberlakukannya Permendag No. 36/2023 pada Maret tahun ini, situasi di industri TPT sebenarnya sudah mulai menemui titik terang pemulihan, khususnya bagi pelaku industri serat dan benang filamen yang nyaris terpuruk.
Namun, pada tahun ini pula, Kementerian Perdagangan justru melakukan relaksasi dengan mengubah Permendag No. 36/2024 tersebut sebanyak tiga kali dalam rentang 2 bulan.
Dalam kebijakan terkini, Permendag No. 8/2024, Redma mengatakan regulasi soal mekanisme arus barang yang terdampak lartas impor direlaksasi, yang membuat importasi beberapa komoditas manufaktur —yang berpotensi mengganggu industri serat filamen— menjadi makin mudah.
Akan tetapi, kata Redma, perubahan ini justru berujung pada tidak adanya skema pengendalian impor, demi melindungi industri domestik. Hal ini dinilainya bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya permendag tersebut, yang salah satunya untuk dapat mengurangi jumlah PHK di industri TPT.
"Kalau ini begini lagi ya PHK-nya akan terus-menerus terjadi lagi," tegas Redma.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso sebelumnya menegaskan bahwa penerbitan Permendag No. 8/2024 dipicu adanya kendala peryaratan impor berupa persetujuan impor (PI) di Kemendag dan persetujuan teknis (pertek) oleh Kementerian Perindustrian.
"Jadi sekali lagi kami sampaikan, perubahan Permendag No. 36/2023 menjadi Permendag No. 8/2024 dilakukan karena adanya kendala perizinan yaitu pertek atau PI. Sehingga, pertek tersebut untuk persetujuan impor tersebut tidak diperlukan lagi," jelas Budi dalam konferensi persnya, Minggu (19/5/2024).
"Dengan demikian persyaratan pertek tersebut dikeluarkan dari lampiran Permendag No. 8/2024," jelasnya.
(prc/wdh)