Deni mengatakan, tim yang berisikan Kemenkeu dan BI itu memiliki tugas untuk mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan utang pemerintah yang akan jatuh tempo. Namun, ia tidak mengungkapkan bagaimana langkah yang akan dilakukan dan komposisi dari tim tersebut.
“Supaya nanti mendapatkan solusi yang terbaik, disatu sisi juga untuk menjaga stabilitas sistem fiskal,” tutur Deni.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa uang pemerintah yang akan jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp788,64 triliun tidak menjadi masalah selama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perekonomian, dan iklim politik Indonesia tidak mengalami guncangan.
Ia mengatakan para pelaku pasar menjadikan tiga faktor tersebut sebagai landasan untuk menentukan tingkat risiko pada investasi yang dilakukannya pada SBN.
Dengan demikian, lanjut Sri Mulyani, saat utang tersebut memasuki masa jatuh tempo maka surat utang tersebut akan revolving atau berkembang dan para pemegang SBN RI tidak akan melepas surat utang tersebut.
Bendahara Negara mengatakan tingginya utang yang jatuh tempo pada 2025-2027 sangat dipengaruhi pada masa pandemi Covid-19. Pasalnya saat itu pemerintah harus menambahkan Rp1.000 triliun untuk belanja tambahan.
Dengan begitu, kala itu pemerintah menyetujui kebijakan burden sharing untuk menutup defisit APBN. Adapun, burden sharing merupakan kebijakan yang dilakukan BI untuk mencetak uang dengan membeli Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah, di mana uang utang itu digunakan pemerintah untuk membiayai APBN agar perekonomian tetap hidup.
“Inilah yang kemudian menimbulkan persepsi banyak sekali utang menumpuk, karena itu adalah biaya pandemi yang kami mayoritas kami gunakan surat utangnya berdasarkan agreement [kesepakatan] waktu itu,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6/2024).
(azr/lav)