Logo Bloomberg Technoz

“Ini jauh lebih kecil jika dibandingkan 10 tahun lalu mata uang rupiah sekitar 60%, 40% global [atau] asing,” ujar Deni.

Dengan begitu, ia menilai bahwa semakin kecil ketergantungan pemerintah dari pembiayaan global maka bisa membuat pembiayaan yang dilakukan lebih independen dan mengurangi risiko-risiko pada sektor keuangan.

Dalam kaitan itu, ia menjelaskan bagaimana krisis moneter dapat terjadi pada tahun 1997-1998 yang salah satunya dipengaruhi tingginya utang pemerintah dalam bentuk valas. Sehingga, ketika nilai tukar anjlok  banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utangnya.

“Ini kami cegah supaya pemerintah tidak tergantung pembiayaan dari global sehingga antara 15%-20% cukup manageable dan utang dalam mata uang asing 28%,” pungkas Deni.

Sebagai tambahan, dalam dokumen APBN Kita, total utang pemerintah per akhir April 2024 mencapai Rp 8.338,43 triliun. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 8.262,1 triliun.

Berdasarkan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). posisi utang pada akhir April ada di 38,64%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang 38,79%.

Adapun, utang tersebut terbagi dalam bentuk SBN sebesar 87,94% dan pinjaman sebesar 12,06%. Dalam bentuk SBN tercatat sebesar Rp7,333 triliun (70,75%) dengan rincian, pada mata uang domestik Rp5.899 triliun dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) Rp4.714 dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp1.185 triliun.

Sementara pada valas, tercatat sebanyak Rp1.433 triliun (17,20%) dengan rincian berupa SUN Rp1.077 triliun dan SBSN Rp356 triliun.

(azr/spt)

No more pages