Logo Bloomberg Technoz

“Jadi persoalan terkait misalnya dana Bapertarum raib, itu enggak ada ya. Kami cek tadi, sudah cek, Tapera selama ini justru melakukan penempatan dana itu secara aman dengan penerapan klasifikasi persyaratan yang cukup berat bagi manajer investasinya,” terang Yeka.

Bagaimanapun, ke depan Yeka tidak menutup kemungkinan masalah dana kelolaan program Tapera bisa menjadi masalah dari sisi pemilihan manajer investasi. Untuk itu, Ombudsman menegaskan manajer investasi dana Tapera tidak boleh ditetapkan serampangan.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi, lanjutnya, adalah kepemilikan sertifikasi dan asset under management (AUM) di atas Rp2,5 triliun untuk semua penempatan.

“Ini low risk sehingga tidak ada yang namanya dana itu turun [berkurang jumlahnya] atau hilang, enggak ada. Saya bisa garansi, saya sudah cek betul semuanya,” tegas Yeka.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho sebelumnya juga menjelaskan duduk persoalan pengembalian imbal hasil peserta PNS yang banyak dikeluhkan lantaran sangat kecil jumlahnya. 

Hal ini mengacu pada keresahan masyarakat atas pengembalian dana simpanan peserta Tapera, terutama bagi pensiunan PNS setelah puluhan tahun menabung.

Heru memaparkan kecilnya pengembalian imbal hasil peserta Tapera dikarenakan beban iuran yang ditanggung peserta juga sedikit, yang mengacu pada nilai tabungan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No. 14/1993.

"Di Bapertarum dahulu, itu nilai tabungannya sesuai dengan pengaturan di keppres yang waktu itu [diteken] terkait dengan besaran simpanan. PNS golongan I itu hanya Rp3.000/bulan, golongan II Rp5.000/bulan, golongan III Rp7.000/bulan, dan golongan IV Rp10.000/bulan," kata Heru, medio pekan lalu.

Ilustrasi PNS. (Dok. jakarta.go.id)

Heru lantas memberikan ilustrasi perbedaan pengembalian iuran kepesertaan antara Bapetarum dengan Tapera.

Dia mencontohkan jika ada seorang PNS golongan III mulai bergabung menjadi peserta Bapertarum-PNS pada 1993, maka dia akan diwajibkan menabung Rp7.000 x 12 bulan x 14 tahun masa kerjanya. Dengan demikian didapatkan nilai Rp1.176.000 pada 1993.

"Lalu pada 2007, seiring dengan berjalannya waktu, [peserta] kemudian golongannya naik menjadi golongan IV. Golongan IV itu kan Rp10.000/bulan, maka 2008 sampai dengan 2016 masa dia kerja ini dikenakan Rp10.000 x 12 bulan x 9 tahun atau totalnya Rp1.080.000," jelas Heru.

Dengan demikian, ketika PNS tersebut kemudian pensiun pada 2016, maka selama 23 tahun menabung, PNS tersebut hanya mendapatkan total iuran Rp2.256.000 yakni berupa pokok simpanan tanpa hasil pemupukan.

Sementara itu, dengan dialihkannya program Bapertarum-PNS ke Tapera, nilai ekonomis tabungan yang dimiliki maka eks peserta Bapetarum juga turut meningkat. Selain mendapatkan pokok simpanan, dia akan mendapatkan penambahan hasil pemupukan.

"[Misalnya peserta] pada 1995 masuk PNS golongan III misalnya Rp7.000 x 12 bulan x 14 tahun totalnya totalnya Rp1.176.000. Pada 2009 dia naik golongan IV, maka iuran Bapertarum-nya dari 2010 ke 2020 pada saat dia pensiun pada 2020 ini Rp10.000 x 12 bulan x 11 tahun totalnya Rp1.320.000,” terang Heru.

Total iuran Bapetarum selama 25 tahun — jika iuran dihentikan pada 2019 —  akan mencapai Rp2.496.000. “Kenapa 2019 dihentikan? Karena di-cut off dan 2020 untuk diintegrasikan menjadi peserta Ttapera."

Dia menegaskan sekali lagi bahwa skema iuran Tapera berbeda dengan Bapertarum-PNS. Dalam tabungan Tapera, peserta juga mendapatkan hasil pemupukan dana iuran sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 yang kini diperbarui menjadai PP No. 21/2024.

(wdh)

No more pages