Logo Bloomberg Technoz

Adapun, konsumsi bahan bakar Indonesia diproyeksi tumbuh 2% secara tahunan pada 2024, didukung oleh ketahanan bensin dan bahan bakar jet serta pertumbuhan permintaan LPG. 

Konsumsi solar diperkirakan menghadapi hambatan akibat percepatan substitusi solar dengan gas alam di sektor ketenagalistrikan. Terdapat permintaan laten yang signifikan terhadap LPG dari daerah perdesaan di mana akses terhadap LPG masih terbatas.

BMI melihat perubahan struktural sedang terjadi di pasar bahan bakar olahan di Indonesia, di mana bensin dan bahan bakar jet mendukung kekuatan berkelanjutan dalam konsumsi bahan bakar olahan. 

Meskipun solar masih menjadi komponen terbesar dalam konsumsi bahan bakar olahan, permintaan solar diperkirakan tetap lemah hingga sisa tahun ini karena melemahnya permintaan dari sektor industri dan ketenagalistrikan.

Kelemahan struktural dalam konsumsi solar akan terus menghambat pertumbuhan permintaan jangka panjang karena solar masih merupakan komponen terbesar konsumsi bahan bakar olahan di Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah berupaya memperlambat pertumbuhan konsumsi bahan bakar olahan untuk mengurangi tekanan terhadap kebutuhan investasi pada kilang baru.

Biofuel lokal makin dipromosikan untuk meningkatkan pasokan bahan bakar dalam negeri dan membendung kebutuhan impor,” papar BMI.

Di sisi lain, konsumsi gas alam Indonesia diproyeksikan tumbuh rata-rata 4,2% per tahun antara 2024 dan 2033, didukung oleh substitusi bahan bakar di sektor listrik dan industri.

Menurut BMI, konsumsi gas alam Indonesia akan terus melampaui pertumbuhan produksi dalam negeri dalam waktu dekat sehingga mengakibatkan tingginya impor baik dari dalam maupun luar negeri.

"Sebagian besar peningkatan permintaan gas alam akan datang dari sektor listrik dan industri. Industri, pupuk dan kimia tetap menjadi titik terang bagi pertumbuhan permintaan tambahan," terang mereka.

Produksi gas lepas pantai Husky-CNOOC Madura Limited. (Dok: Perusahaan)

Lifting Tak Tercapai

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya memproyeksikan bahwa target produksi siap jual atau lifting minyak dan gas (migas) yang ditargetkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tidak akan tercapai.

Sekadar catatan, target lifting minyak bertengger pada level 635.000 barel per hari (bopd) dan gas pada level 1,03 juta barel setara minyak per hari (boepd).

Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan proyeksi lifting migas berada di bawah target APBN 2024 karena terdapat penyesuaian dalam asumsi dasar makro 2024—2029.

Keputusan penyesuaian diambil berdasarkan rapat interdep yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

“Terdapat deviasi dalam realisasinya, lifting minyak [2024] diproyeksikan 596.000 bopd dan lifting gas 995.000 boepd atau di bawah target APBN 2024,” ujar Dadan dalam agenda rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, baru-baru ini.

Penyesuaian tersebut terdiri dalam 4 aspek. Pertama, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang turun menjadi 5,1% dari target APBN 2024 5,2%. Kedua, inflasi yang diproyeksikan terkerek menjadi level 3% dari 2,8% pada APBN 2024.

Ketiga, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang diproyeksikan melemah menjadi Rp15.900 dari Rp15.000 pada target APBN 2024. Keempat, suku bunga SBN 10 tahun yang diproyeksikan mencapai 6,9% dari 6,7% pada target APBN 2024.

Dadan melaporkan, realisasi lifting minyak sebesar 567.650 bopd sampai dengan Maret 2024. Level tersebut mencapai 89,4% dari target lifting minyak 635.000 bopd yang termaktub dalam asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024.

Sementara itu, realisasi lifting gas mencapai 885,46 ribu boepd. Angka tersebut mencapai 85,7% dari target lifting gas 1,03 juta boepd tahun ini.

(red/wdh)

No more pages