Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu memperketat kebijakan hambatan nontarif atau non tariff barriers (NTB) dengan memberlakukan kembali syarat persetujuan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk impor produk TPT.
Sebelumnya, Jemmy juga telah menegaskan bahwa China menjadi salah satu alasan kekhawatiran terbesar dalam perkembangan industri TPT di dalam negeri.
Terlebih, dengan adanya praktik perdagangan China yang kerap kali diketahui menjual barang di luar negaranya dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri mereka alias dumping.
"Saya pikir bukan hanya industri TPT dari Indonesia saja yang takut. Industri TPT negara lain juga takut dengan China karena China itu giant [raksasa tekstil], dan mereka itu menguasai industrinya itu produksi 70% dari produksi TPT dunia dari material," kata Jemmy.
Kebijakan Berubah
Sayangnya, lanjut Jemmy, pemerintah di dalam negeri justru makin merapuhkan hambatan —baik tarif maupun nontarif— dalam menangkis potensi dumping barang TPT China ke pasar domestik.
“Pemerintah sudah tidak lagi menerapkan BMAD untuk melindungi industri, terutama TPT, sejak perubahan kedua Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 jo 7/2024 jo 8/2024,” terangnya.
Pemerintah sebelumnya padahal sudah sempat memberikan hambatan nontarif melalui lartas produk TPT agar barang pertekstilan impor —seperti pakaian jadi maupun aksesori pakaian— sulit masuk ke Indonesia atau mahal harganya.
“Sebetulnya Permendag No. 7/2024 itu bentuknya nontariff barrier [NTB], tetapi kemarin NTB-nya dicabut, disederhanakan untuk TPT. Untuk produk pakaian jadi dengan China itu belum ada [BMAD-nya,” kata Jemmy.
Dengan demikian, lanjutnya, produk TPT China yang masuk ke Indonesia benar-benar bersifat zero duty dan hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) saja. “Sedangkan kalau dikirim dari jastip segala kan enggak kena PPN," tegasnya.
Menurut catatan Kementerian Perindustrian, industri TPT merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar setelah makanan dan minuman (mamin) di industri manufaktur. Kontribusinya per tahun mencapai lebih dari 3 juta pekerja atau hampir 20% dari total serapan tenaga kerja nasional.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor ini dilanda kemalangan seiring dengan badai PHK yang berbanding lurus dengan makin turunnya permintaan.
Pada awal 2023, jumlah korban PHK di Indonesia menembus 13.634 orang. Tak hanya itu, korban PHK terbanyak saat itu tercatat berasal dari wilayah Jawa Barat sejumlah 5.603 orang, disusul Jawa Tengah 4.887 orang. Kedua provinsi tersebut diketahui merupakan basis industri TPT di Tanah Air.
Sepanjang Januari hingga Mei 2024, akumulasi pekerja sektor industri TPT yang menjadi korban PHK mencapai 10.800 orang, menurut data Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), yang dilakukan oleh 5 perusahaan a.l. PT Sae Apparel, PT Sinar Panca Jaya, PT Pulomas, PT Alenatex, dan PT Kusuma Grup.
"Penyebab terjadinya PHK adalah karena order turun sampai tidak ada order sama sekali, baik ekspor maupun lokal," kata Presiden KSPN Ristadi.
Selanggam dengan penjelasan Jemmy, Ristadi menyebut penyebab industri TPT lokal makin sulit bertahan hingga memutuskan pemangkasan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh gempuran produk-produk tekstil, khususnya asal China.
"Akibatnya produk tekstil dalam negeri tidak bisa laku karena kalah harga jual," ungkapnya.
(prc/wdh)