Adapun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan pemerintah menyiapkan enam WIUPK eks PKP2B untuk diberikan kepada ormas keagamaan.
Keenam eks PKP2B tersebut di antaranya adalah lahan milik PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Arifin mengatakan terdapat enam ormas keagamaan yang bakal mendapatkan lahan eks PKP2B tersebut.
"Satu agama satu, kan yang gede organisasinya, pilarnya apa? Misalnya Islam kan dua, NU [Nahdlatul Ulama] dan Muhammadiyah, karena gede dan historisnya sudah lama. Kemudian ada Katolik, Protestan, Budha, Hindu," ujar Arifin saat ditemui di Ditjen Migas, Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024).
Pernyataan ini dilontarkan menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah No. 25/2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Berikut tanggapan berbagai ormas keagamaan terkait dengan kebijakan ‘bagi-bagi’ izin tambang tersebut:
NU Siapkan Jaringan Bisnis
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) berpendapat pemberian IUP untuk ormas merupakan terobosan untuk memperluas pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat.
“PBNU berterima kasih dengan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama,” kata Gus Yahya melalui pernyataan resminya.
Dia pun mengatakan organisasi yang dipimpinnya sudah siap dengan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni serta perangkat organisasi lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhadap IUP tersebut.
NU, lanjutnya, saat ini memiliki jaringan perangkat organisasi yang menjangkau hingga ke tingkat desa serta lembaga-lembaga layanan masyarakat di berbagai bidang yang mampu menjangkau masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia.
“Nahdlatul Ulama akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya,” pungkas Gus Yahya.
Muhammadiyah Belum Ditawari
Lain sisi, Muhammadiyah mengeklaim belum memiliki pembicaraan dengan pemerintah terkait dengan kemungkinan organisasi tersebut diberi IUP batu bara, seperti yang sudah dijanjikan kepada PBNU.
“Sampai sekarang tidak ada pembicaraan pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang. Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah, akan dibahas dengan saksama,” ujar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam keterangannya.
Abdul mengatakan Muhammadiyah tentu bakal membahas bila pada akhirnya pemerintah secara resmi memberikan penawaran. Dia menegaskan Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, dan negara.
“Kemungkinan ormas keagamaan dapat mengelola tambang itu merupakan wewenang pemerintah. Kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” ujarnya.
MUI Apresiasi Pemerintah
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai kebijakan memberikan izin kepada ormas keagamaan dalam mengelola WIUPK di Indonesia merupakan usaha pemerintah untuk memperkuat keuangan organisasi tersebut.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengatakan melalui kebijakan tersebut, ormas bisa memperoleh sumber pendapatan baru untuk mendukung kegiatan-kegiatan memberdayakan masayarakat.
Menurutnya, upaya untuk memperkuat keuangan dapat digunakan untuk meningkatkan peran ormas keagamaan dalam memberdayakan masyarakat.
“Sehingga diharapkan peran ormas keagamaan ini di masa depan dalam memberdayakan masyarakat dan warga bangsa akan jauh lebih baik lagi sehingga cita-cita kita untuk membuat negeri ini menjadi negara yang maju, beradab dan berkeadilan akan dapat terwujud dan diakselerasi. Semoga,” ujar Anwar dalam keterangannya.
PGI Bilang Tak Mudah Diimplementasikan
Berbeda pandangan, Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menilai prakarsa Presiden Joko Widodo dalam memberikan peluang kepada ormas keagamaan untuk mengelola WIUPK di Indonesia tidak mudah untuk diimplementasikan.
Ketua Umum PGI Gomar Gultom mengatakan hal ini sulit dilakukan karena ormas keagamaan memiliki keterbatasan. “Apalagi dunia tambang ini sangatlah kompleks, serta memiliki implikasi yang sangat luas,” ujar Gomar dalam keterangannya.
Namun, Gomar mengatakan, setiap ormas keagamaan tentu juga memiliki mekanisme internal yang bisa mengkapitalisasi SDM yang dimiliki. Dengan demikian, ormas keagamaan, bila dipercaya, juga dapat mengelola dengan optimal dan profesional.
Selain itu, Gomar menggarisbawahi ormas keagamaan itu tidak boleh mengesampingkan tugas dan fungsi utamanya, yakni membina umat dan menjaga agar ormas keagamaan tersebut juga tidak terkooptasi oleh mekanisme pasar.
“Hal yang paling perlu, jangan sampai ormas keagamaan itu tersandera oleh rupa-rupa sebab sampai kehilangan daya kritis dan suara profesinya,” ujarnya.
“Keterlibatan ormas keagamaan dalam tambang ini, jika dikelola dengan baik, juga hendaknya bisa menjadi terobosan dan contoh baik di masa depan dalam pengelolaan tambang yang ramah lingkungan.”
Kendati demikian, PGI mengapresiasi langkah yang ditempuh oleh Presiden Jokowi.
HKBP Tegas Menolak
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menyatakan diri tidak akan terlibat dalam mengelola WIUPK, yang merupakan wilayah eks PKP2B.
"Bersama ini kami dengan segala kerendahan hati menyatakan HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai Gereja untuk bertambang," kata Ephorus HKBP, Robison Butarbutar dalam keterangan tertulisnya.
Berdasarkan Konfesi HKBP pada 1996, Robison merasa gereja bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia atas nama pembangunan sejak lama.
Adapun, menurutnya, salah satu cara untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang kian tak terbendung lagi adalah dengan secepatnya mengganti penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti energi matahari, energi angin, dan yang masih terus dikembangkan. HKBP juga mengutip sejumlah ayat dalam kitab suci mengenai tanggung jawab manusia menjaga lingkungan.
"Kami sekaligus menyerukan agar di negeri kita pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang yang dalam pelaksanaannya tugasnya tidak tunduk pada undang-undang yang telah mengatur pertambangan yang ramah lingkungan," tegasnya.
KWI Tidak Sepakat
Senada dengan HKBP, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga menolak pengajuan izin usaha tambang oleh ormas keagamaan, sebagaimana disampaikan oleh Ketua KWI dan Uskup Agung Jakarta Prof Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo.
Dia menegaskan pertambangan bukan merupakan sektor pelayanan KWI, sehingga organisasi tersebut menolak wacana pemberian IUP untuk ormas keagamaan. Hal tersebut juga diapresiasi rohaniawan Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis.
“KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” tegas Suharyo.
(red/wdh)