Selain itu, ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah juga perlu diwaspadai jika semakin memanas dan menyebar ke negara-negara Arab lainnya. Terkait geopolitik, dia juga mengingatkan tentang konflik antara Tiongkok dan Taiwan yang bisa semakin memanas pada tahun depan.
“Hal-hal tersebut dapat memicu sentimen risk-off sehingga terjadi outflow [keluarnya aliran modal asing] ke safe-haven assets,” ungkap dia.
Tak hanya itu, ia juga mewaspadai risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal atau twin deficit, utamanya jika kinerja ekspor melemah di tengah melambatnya ekonomi global.
Serta, anjloknya harga komoditas dunia ketika harga minyak naik akibat tensi geopolitik di Timur Tengah yang meningkat sehingga meningkatkan tarif atau nilai impor.
“Dan [mewaspadai] defisit fiskal melebar akibat kebijakan populis pemerintahan baru,” ujar Josua.
Sebagai informasi, panitia Kerja (panja) Komisi XI DPR RI menetapkan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara (RAPBN) 2025 sebesar Rp15.300-15.900/US$.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad pada rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan pemerintah, Kamis (6/6/2024). Ini ditetapkan setelah pihaknya melakukan pendalaman materi rapat panja pada 5 Juni - 6 Juni 2024.
“Panja inflasi dan nilai tukar atas asumsi dasar dan target pembangunan KEM-PPKF 2025 menyepakati indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN tahun 2025 nilai tukar hasil panja Rp15.300-15.900/US$,” kata Kamrussamad dalam rapat kerja dengan pemerintah, Kamis (6/6/2024).
Sebelum itu, Bank Indonesia (BI) mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di rentang Rp15.300-15.700 per dolar AS pada 2025. Kisaran tersebut lebih optimistis dibanding asumsi makro pemerintah, yakni Rp15.300-Rp16.000 per dolar AS.
(azr)