Bursa saham Asia dibuka hijau mengikuti indeks saham global yang masih menikmati efek bullish saham-saham teknologi, dipengaruhi juga dampak sentimen pasca keputusan bank sentral Eropa (ECB) yang memangkas bunga acuan pertama kali sejak 2019 lalu.
Sementara mata uang Asia pagi ini terlihat bergerak variasi di mana won Korea dibuka sedikit lemah, dolar Taiwan dan baht dibuka menguat, sedangkan yuan China sedikit menguat, yuan offshore dan dolar Hong Kong sedikit berubah.
Beberapa data dari AS yang sudah dirilis memperlihatkan data yang cukup positif bagi pasar. Indikator rekrutmen tenaga kerja Challenger sepanjang tahun ini hingga Mei turun 50% dibanding periode yang sama tahun lalu. "Rekrutmen tenaga kerja berada di level terendah dalam satu dekade. Perubahan yang biasa terjadi di pasar tenaga kerja yang sehat tampaknya terhenti," kata Andrew Challenger, SVP Challenger, Gray & Christmas dalam rilis data tadi malam, dikutip dari Bloomberg.
Sementara laporan Kamis juga menunjukkan biaya tenaga kerja di AS lebih lambat ketimbang perkiraan menyusul nilai output pekerja yang menurun. Upah riil per jam AS juga lebih rendah. Secara keseluruhan, angka produktivitas pekerja di AS pada kuartal 1-2024 tidak stabil. Perlambatan yang berkelanjutan dinilai akan menghambat upaya The Fed mengendalikan inflasi.
Data NonFarm Payroll Mei yang diumumkan nanti malam diharapkan akan bertambah 180.000 pekerjaan, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya. Bila angkanya lebih rendah dari perkiraan, itu menjadi sinyal dovish bagi prospek bunga The Fed dan bagus bagi pasar. Sedangkan tingkat pengangguran AS pada Mei diprediksi stagnan di 3,9%.
Dari pasar domestik, hari ini pasar akan mencermati data cadangan devisa Mei yang diperkirakan stabil dibanding April, seiring dengan penerbitan Samurai Bond bulan lalu senilai Rp20,5 triliun dan kebutuhan intervensi rupiah yang tidak terlalu banyak karena rupiah cenderung stabil pada Mei.
Intervensi BI
Rupiah yang tertekan beberapa hari terakhir terutama akibat lonjakan permintaan dolar AS di pasar oleh korporasi, baik BUMN maupun swasta, seiring pola historisnya. Bank Indonesia mengintervensi pasar agar pelemahan rupiah masih terkendali.
BI mengintervensi pasar spot maupun domestic NDF untuk menstabilkan rupiah, kata Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto. "Pelemahan rupiah terkait dengan volatilitas kondisi global dan relatif tingginya permintaan dolar terkait repatriasi dividen. BI akan masuk ke pasar untuk menjaga keseimbangan supply dan demand valas," kata Edi.
Kebutuhan valas Pertamina dan PLN sejatinya sudah masuk dalam perhitungan Bank Indonesia karena menjadi pembelian rutin, demikian pernah dinyatakan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataan publik beberapa waktu lalu.
Artinya, BI telah mengantisipasi hal tersebut. Begitu juga kenaikan permintaan valas dari calon jamaah haji seiring kedatangan musim pemberangkatan haji, ditambah kebutuhan valas korporasi untuk pembayaran dividen investor asing, juga kebutuhan rutin pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Namun, kejatuhan rupiah yang masih berlangsung hingga menyentuh lagi level terlemah dalam empat tahun terakhir, menuai tanda tanya terkait kesiapan bank sentral mengantisipasi lonjakan valas di pasar. Pasalnya, sentimen pasar global ketika rupiah jatuh terhitung masih cukup baik terindikasi dari penguatan mayoritas mata uang Asia dan emerging market.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi menguat hari ini dengan target penguatan potensial menuju Rp16.240-Rp16.200/US$ yang makin mendekati MA-50 dan MA-100. Level resistance selanjutnya menarik dicermati pada Rp16.150/US$ yang jadi level paling optimis, juga Rp16.100/US$ sebagai resistance psikologis.
Adapun dalam tren jangka menengah, rupiah memiliki support pada level Rp16.300/US$ dan Rp16.340/US$ serta Rp16.350/US$ sebagai support terkuat yang tercermin dari trendline indicator channel di time frame daily dan menggaris chart dalam tren satu tahun ke belakang.
(rui)