Bloomberg Technoz, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyinggung hengkangnya JJSC Zarubezhneft dari proyek Blok Tuna menjadi salah satu alasan mundurnya target jangka panjang atau long term plan (LTP) produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi (migas) mundur dari 2030.
JJSC Zarubezhneft merupakan perusahaan minyak dan gas (migas) pelat merah Rusia.
Lewat anak usahanya, ZN Asia Ltd, perusahaan pelat merah Rusia itu memegang 50% hak partisipasi Blok Tuna, bersama dengan Harbour Energy Group melalui anak usahanya Premier Oil Tuna BV, yang menggenggam 50%.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMSCFD).
Dalam kaitan itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan terdapat beberapa proyek yang mundur dari target onstream karena finansial KKKS dan vendor dan terdapat KKKS yang mencari mitra baru.
"Kalau KKKS Tuna di Natuna karena geopolitik, partner Zarubezhneft harus melepaskan proyek, ini permasalahan," ujar Dwi dalam agenda rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (6/6/2024).
Namun, bukan hanya itu, pergeseran LTP juga disebabkan oleh penundaan proyek yang onstream, seperti Train-3 Tangguh, Ande-Ande Lumut dan Forel–Baronang.
Dilansir melalui berbagai sumber, proyek Forel–Baronang ditargetkan onstream pada kuartal IV-2023 dan ditargetkan menghasilkan 10.000 barel minyak per hari (BOPD) dan 43 MMSCFD (gas lift, gas injection, dan own use).
Selain faktor tersebut, faktor lainnya adalah Covid-19 yang membatasi mobilitas tenaga kerja dan peralatan di lapangan.
Upaya Mencapai Target
Namun, Dwi mengatakan terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai target, seperti meningkatkan nilai aset yang ada.
"Peningkatan program kerja sejak 2021 berhasil menurunkan decline produksi dari 5-7% menjadi 1-1,3% per tahun sejak 2022. Peningkatan program pengeboran, workover dan well services yang massif sejak 2021", ujarnya.
Selain itu, melakukan enhanced oil recovery (EOR). EOR merupakan metode yang digunakan untuk meningkatkan cadangan minyak suatu sumur dengan cara mengangkat volume minyak yang sebelumnya tidak dapat diproduksi.
"Baru saja kita berkunjung ke China, mereka sudah banyak mempraktikan mengenai EOR ini dan memiliki teknologi. Sehingga mereka tertarik untuk menangkap potensi EOR di Indonesia dengan catatan kerja sama dengan Pertamina maupun dengan KKKS lainnya," ujarnya.
Dwi mengatakan, Indonesia setidaknya memiliki beberapa potensi EOR di Indonesia yang bila dijumlahkan bakal memberikan cadangan yang diestimasikan sebesar 951 Million Stock Tank Barrels (MMSTB).
Daftar Potensi EOR di Indonesia:
1.Minas-A (ASP): 2,3 MMSTB
2. Minas-B,C,D,E (ASP): 505 MMSTB
3. Minas-D Stage-1 (P): 0,3 MMSTB
4. Rantaubais (Steam): 86,22 MMSTB
5. Tanjung (P/ASP): 53,1 MMSTB
6. Handil (SP): 64,9 MMSTB
7. Walio (SP): 2,3 MMSTB
8. Sukowati (CO2): 65,3 MMSTB
9. Zulu (P): 29,1 MMSTB
10. E-Main (SP): 17,8 MMSTB
11. Rama (SP): 43,3 MMSTB
12. Ramba (CO2): 53,9 MMSTB
13. Gemah (CO2): 7,65 MMSTB
14. Pedada (SP): 27,51 MMSTB
15. Batam (Steam) Stage-1: 2,2 MMSTB
(dov/ain)