Pertama, tidak adanya kepastian bagi peserta Tapera untuk mendapatkan rumah, terlebih potongannya yang hanya 3% dari upah buruh yang mana hal tersebut tidak cukup untuk membayar uang muka, apalagi membeli rumah.
Kedua, membebani buruh, lantaran upah mereka yang sudah banyak dipotong untuk wajib iuran lainnya. Seperti Jaminan Hari Tua dan program-program BPJS Ketenagakerjaan lainnya, BPJS Kesehatan, sampai PPh 21. "Bisa-bisa buruh pulang ke rumah hanya bawa slip gaji."
Ketiga, kata Said, buruh juga tidak rela uang mereka jadi ladang korupsi, mengacu kepada kasus korupsi dana Taspen, Asabri, serta Jiwasraya yang mana uang rakyat dikelola oleh pemerintah.
"PP No .21 tentang Tapera harus dicabut segera dalam kurun waktu 1x7 hari," tegas Said.
Adapun, jika tidak ada tindaklanjut dari pemerintah, maka serikat buruh pekerja berencana akan mengajukan judicial review terhadap PP No.21/2024 ke Mahkamah Agung. Said juga menyebut, pihaknya tengah mempersiapkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Bila tidak didengar kita akan melakukan aksi lanjutan yang kedua mungkin minggu depan judicial review terhadap PP No. 21/2024 ke Mahkamah Agung, dan kami juga mempersiapkan 2 minggu ke depan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Tapera," pungkasnya.
(prc/wdh)