Logo Bloomberg Technoz

Gary mengatakan kebijakan OPEC+ ini melanjutkan sikap proaktif dan terdepan mereka, dan mencoba mengendalikan harga minyak dunia tanpa mempertimbangkan sentimen makro.

Langkah mengejutkan ini dapat memicu ketegangan antara AS dan Arab Saudi, yang hubungannya sudah tidak harmonis pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Gedung Putih pun mengatakan bahwa pemotongan ini adalah langkah yang keliru.

Dampak awal dari pemotongan tersebut, mulai bulan depan, akan terlihat dari kurangnya pasokan minyak sekitar 1,1 juta barel per hari. Sementara mulai Juli, akibat adanya perpanjangan pengurangan pasokan Rusia, pasokan minyak mentah akan berkurang 1,6 juta barel per hari.

Arab Saudi mengatakan pada Minggu bahwa pemotongan itu adalah "tindakan pencegahan yang bertujuan mendukung stabilitas pasar minyak."

Hubungan antara Arab Saudi dan AS menegang sejak tahun lalu, ketika Gedung Putih gagal membujuk negara tersebut untuk memasok lebih banyak minyak.

Ilustrasi Pengeboran Minyak (Sumber: Bloomberg)

Biden mengunjungi wilayah tersebut Juli 2022 lalu dan pulang tanpa komitmen apa pun. Kemudian pada bulan Oktober, ketika OPEC+ secara mengejutkan memotong produksi sekitar 2 juta barel per hari hanya beberapa minggu sebelum pemilihan midterm di AS, Biden menyatakan akan ada "konsekuensi" untuk Arab Saudi, tapi tidak ada tindak lanjutnya.

Pada Minggu, Gedung Putih mengatakan keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi minyak ini tidak disarankan dalam kondisi pasar saat ini. Pemerintahan Biden juga mengatakan AS akan berupaya bersama para produsen dan konsumen mereka dengan fokus pada harga BBM untuk warga AS.

Mengejutkan Pasar

Bulan lalu, harga minyak turun ke level terendah dalam 15 bulan terakhir dampak gejolak krisis perbankan AS dan Eropa, namun harga telah pulih karena situasi menunjukkan tanda-tanda stabil. Minyak mentah Brent, yang menjadi patokan internasional, ditutup tepat di bawah US$ 80 per barel pada Jumat, naik 14% dari Maret.

Tapi itu mungkin tidak cukup tinggi untuk OPEC +. Pada bulan Oktober lalu, saat mereka melakukan pemotongan besar-besaran yang membuat konsumen terkejut, Menteri Sumber Daya Perminyakan Nigeria Timipre Sylva mengatakan grup tersebut “menginginkan harga sekitar US$ 90 per barel.”

Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman (Sumber: Bloomberg)

“Kami melihat keputusan ini sebagai satu indikasi bahwa kepemimpinan Saudi membuat keputusan produksi minyak untuk kepentingan ekonomi mereka sendiri,” kata Helima Croft, kepala strategi komoditas di RBC Capital Markets LLC.

Meski begitu, pengurangan pasokan yang sebenarnya mungkin akan lebih kecil dari 1,6 juta barel per hari, dengan asumsi bahwa OPEC+ tetap mengacu pada level referensi pemotongan yang sekarang. 

Sebagian besar anggota OPEC+, seperti Irak dan Kazakhstan, sudah berproduksi secara signifikan di bawah kuota mereka saat ini karena kurangnya investasi dan gangguan operasional sehingga mungkin tidak perlu melakukan pembatasan lagi. Croft memperkirakan kelompok inti OPEC akan melakukan pemotongan produksi sekitar 700.000 barel per hari.

Namun, langkah tersebut tentu mengejutkan pasar. Keempat belas trader dan analis yang disurvei pekan lalu oleh Bloomberg memperkirakan tidak ada perubahan batasan produksi. Mereka mengacu pada ucapan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, yang mengatakan bulan lalu bahwa "target produksi OPEC+  tetap sama untuk sisa tahun ini, titik."

--Dengan asistensi Fiona MacDonald, Khalid Al-Ansary, Omar Tamo, Jordan Fabian, dan Nayla Razzouk.

(bbn)

No more pages