Senada dengan Herry, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho juga berpendapat ketersedian lokasi rumah tapak memang menjadi tantangan bagi BP Tapera. Terlebih, masyarakat yang tentunya menginginkan kemudahan akses dari tempat tinggalnya.
"Apalagi kalau lihat strukturnya dari backlog 9,9 juta itu adalah sebagian besar strukturnya adalah masyarakat di perkotaan, which is itu ada tanahnya sudah tidak terjangkau," tegasnya.
Permasalahannya, harga rumah subsidi yang umumnya jauh dari perkotaan menurut Heru berkisar antara Rp166 juta—Rp176 juta untuk wilayah non-Papua dan Rp220 juta untuk wilayah Papua.
"Makanya, mindset untuk membiasakan masyarakat hidup di rumah vertikal itu juga menjadi tantangan. Karena kredit yang dari FLPP [Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan] maupun yang dana Tapera itu juga kita gunakan, biayai untuk rumah vertikal atau susun bukan hanya rumah tapak,” terangnya.
"Tentunya harganya beda, karena harga rumah susun lebih mahal daripada rumah tapak." ujar Heru.
BP Tapera sebelumnya melaporkan sampai dengan 17 Mei 2024, Kabupaten Bekasi masih tercatat sebagai lokasi terbanyak dalam realisasi unit rumah melalui skema FLPP.
Penyaluran rumah melalui FLPP di Kabupaten Bekasi mencapai 4.810 unit, yang menelan dana senilai Rp637,78 miliar. Kabupaten tersebut berkontribusi sebesar 6,33% terhadap realisasi serapan FLPP sepanjang tahun berjalan.
Sementara itu, realisasi FLPP sepanjang 1—17 Mei 2024 telah mencapai Rp1,61 triliun. Nominal tersebut direalisasikan dalam bentuk rumah sebanyak 13.214 unit.
(prc/wdh)