Logo Bloomberg Technoz

“Seluruh anggaran pada Kementerian Dikbudristek, termasuk jumlah anggaran yang terkena Automatic Adjustment tersebut, seluruhnya merupakan anggaran mandatory spending bidang pendidikan,” tulis BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2023.

Menurut BPK, hal tersebut mengakibatkan anggaran mandatory spending bidang pendidikan menjadi terpengaruh dan pada akhirnya target-target capaian yang telah dipatok menjadi terkendala.

“Hal tersebut disebabkan Direktur Jenderal Anggaran tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan Automatic Adjustment dengan mempertimbangkan anggaran yang bersifat mandatory,” tulis BPK.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 atau dalam daftar APBN perubahan 2023, pemerintah mengalokasikan Rp612,23 triliun untuk sektor pendidikan. Besaran tersebut, tercatat telah sesuai dengan ketentuan, yakni memiliki persentase 20,03% terhadap APBN.

Namun, dengan adanya kebijakan automatic adjustment, BPK berpandangan bahwa kebijakan tersebut berpotensi membatasi upaya untuk merealisasikan anggaran mandatory spending bidang pendidikan.

“Anggaran mandatory spending bidang pendidikan yang terdampak kebijakan automatic adjustment berisiko mempengaruhi pencapaian output maupun outcome, dan capaian kinerja anggaran mandatory spending bidang pendidikan tidak dapat terpantau secara memadai,” tulis BPK.

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan Sri Mulyani untuk memerintahkan Direktur Jenderal Anggaran Isa Rachmatarwata meninjau kembali dan menetapkan kebijakan automatic adjustment yang tidak mencakup anggaran mandatory spending bidang pendidikan.

“Meninjau kembali dan menetapkan kebijakan Automatic Adjustment yang tidak mencakup anggaran mandatory spending bidang pendidikan,” sebagaimana tertulis dalam rekomendasi BPK.

Sebagai informasi, nilai automatic adjustment per K/L tahun 2023 berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-1040/MK.02/2022 tanggal 9 Desember 2022 adalah sebesar Rp50,23 triliun. Angka ini terdiri dari belanja pegawai Rp12,79 triliun, belanja barang Rp26,61 triliun, belanja modal sebesar Rp10,82 triliun.

Beberapa pos belanja yang diberlakukan automatic adjustment adalah belanja pegawai dan belanja barang yakni belanja honor, perjalanan dinas, paket rapat, belanja barang operasional lainnya, dan belanja non operasional lainnya.

Kedua, belanja modal yang bisa diefisienkan dan tidak mendesak atau dapat ditunda. Ketiga, bantuan sosial yang tidak permanen. Terakhir, kegiatan yang masih diblokir dan diperkirakan tidak dapat memenuhi dokumen pendukung sampai akhir semester I-2023.

Sementara itu, terdapat beberapa kriteria anggaran yang dikecualikan dari kebijakan automatic adjustment, yakni belanja terkait bansos yang permanen seperti Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, Program Keluarga Harapan, dan Kartu Sembako. Kedua, belanja terkait Pemilu. Ketiga, belanja yang terkait Ibu Kota Nusantara (IKN). Selanjutnya, belanja untuk pembayaran ketersediaan layanan. Kelima, belanja untuk pembayaran kontrak tahun jamak.

“Dari uraian di atas, maka anggaran mandatory spending bidang pendidikan tidak termasuk anggaran yang dikecualikan dari kebijakan automatic adjustment,” tulis BPK.

Dalam laporan itu, BPK mengatakan Menteri keuangan selaku wakil pemerintah telah memberi penjelasan bahwa anggaran yang diprioritaskan untuk dilakukan automatic adjustment adalah anggaran yang diusulkan K/L dengan mempertimbangkan kriteria dan urgensi.

“Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-1040/MK.02/2022 tanggal 9 Desember 2022, bahwa anggaran mandatory spending bidang pendidikan tidak termasuk anggaran yang dikecualikan dari kebijakan Automatic Adjustment,” tulis penjelasan Sri Mulyani dalam laporan itu.

(azr/lav)

No more pages