Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa anggaran untuk rencana kerja 2025 atau pagu indikatif 2025 diproyeksikan mencapai Rp9,38 triliun.
Alokasi anggaran paling besar diberikan untuk unit Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), yakni Rp4,82 triliun pada 2025.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan usulan masih belum mengakomodir beberapa kegiatan prioritas untuk pembangunan jaringan gas (jargas) bumi untuk rumah tangga 100.000 SR, 10.000 paket konkit petani dan 15.000 paket konkit nelayan yang telah dibahas dalam rapat trilateral antara Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM.
Maka dari itu, Kementerian ESDM meminta usulan tambahan anggaran 2025 kepada Komisi VII DPR RI sebesar Rp1,2 triliun yang berasal dari dana rupiah murni. Namun, usulan Rp1,2 triliun belum termasuk program program penerangan jalan umum tenaga surya (PJUTS) dan listrik desa (lisdes).

“[Rp1,2 triliun] ini belum termasuk program PJUTS dan juga belum termasuk lisdes. Lisdes rencananya masuk usulan untuk penyertaan modal negara [PMN],” dalam agenda rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/6/2024).
Arifin menjelaskan 55,3% atau Rp5,19 triliun dari Rp9,39 triliun usulan rencana anggaran dialokasikan untuk infrastruktur masyarakat.
Anggaran paling besar digunakan untuk pipa gas bumi berupa Cirebon—Semarang (Cisem) Tahap II dan Dumai—Sei Mangkei (Dusem) sebesar Rp4,26 triliun.
Banjir Kritik
Melihat pagu indikatif 2025 yang disampaikan Menteri ESDM, sejumlah anggota Komisi VII DPR RI pun melayangkan kritik tajam. Kementerian dinilai mengabaikan anggaran PJUTS, yang semestinya menjadi program prioritas ESDM yang tidak kunjung rampung selama bertahun-tahun.
Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita menilai proyek pipa gas Cisem dan Dusem merupakan proyek yang sangat ambisius, tetapi hanya sedikit yang merasakan manfaatnya.
“Saya sepakat untuk pemetaan energi, tetapi kalau ini yang dijadikan prioritas sehingga menghilangkan item seperti PJUTS, konkit petani dan konkit nelayan yang sebelumnya dirasakan seluruh masyarakat di Indonesia, sabang sampai merauke, perlu lah kita mengkaji lagi bener gak sih ini?,” ujarnya.
“Kita masih bargaining terus ini supaya masyarakat yang lain bisa menikmati saja belum clear, coba kalau ini dibuat jaringan gas [jargas] rumah tangga sudah jadi berapa ribu rumah tangga, itu kan lebih jelas peruntukannya.”
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi VII Mercy Chriesty Barende juga mengatakan anggaran untuk infrastruktur mengatakan kepentingan masyarakat tidak boleh kalah dengan kepentingan pembangunan pipa gas.
Mercy menggarisbawahi pembangunan pipa gas memang bertujuan untuk kepentingan masyarakat, tetapi seharusnya tidak semua anggaran dialokasikan ke anggaran pipa tersebut. Apalagi, dia mengeklaim belum mendengar mengenai kejelasan program PJUTS.
“Untuk program PJUTS saja misalnya, kita belum mendapatkan kejelasan program luncur pada tahun ini, uang dari mana? Program luncur tahun kemarin katanya tidak ada lagi anggaran,” ujar Mercy.
(dov/wdh)