“Untuk memberikan peluang, karena-kan belum memasukkan semua program-program dan belum sinkron dengan program presiden terpilih,” ujar Suharso dalam rapat itu.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa saat ini komposisi kabinet pemerintahan baru masih belum diketahui, sehingga program-program yang akan dilakukan juga masih tergambarkan secara rinci.
Dengan ruang yang diberikan tersebut, Lanjut, Suharso, maka penyesuaian alokasi anggaran masih dapat dilakukan dari pos kementerian/lembaga (K/L) atau pos belanja lainnya.
“Jadi kalau bisa kami main presentase, terhadap K/L atau belanja lain yang dimungkinkan, itu saja yg dipikirkan kepada kami,” tutup Suharso.
Untuk diketahui, Suharso meminta Sri Mulyani untuk menurunkan target defisit APBN 2025 menjadi rentang 1,5% - 1,8% dari PDB. Padahal, Sri Mulyani telah mematok defisit anggaran dalam Kerangka Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) pada kisaran 2,45% - 2,82% dari PDB.
Suharso menyebut, target defisit tersebut dapat diturunkan kembali sehingga memberikan ruang fiskal yang longgar pada Pemerintahan baru, yakni yang akan dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Hal itu, menurutnya seperti yang telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2007, yang salah satunya mengatur penetapan mekanisme penyesuaian RKP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun pertama Presiden baru.
“Bahwa ada UU 17/2007 tentang RPJMN 2005-2025 pasal 5 ayat 1 dan 2, intinya sebenarnya adalah bahwa pada pemerintahan yang saat ini memang diwajibkan untuk membentuk atau menyusun RKP dan RAPBN untuk tahun pertama pemerintahan presiden berikutnya,” tutur Suharso.
“Karena itu kami berharap Bu Menkeu dan dari Komisi XI, kalau memang itu disepakati, defisit itu bisa lebih turun lagi antara 1,5%-1,8%, sehingga ada ruang fiskal bagi pemerintahan yang akan datang kalau akan menggunakan pasal itu,” kata Suharso dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI, Rabu (5/6/2024).
(azr/lav)